Sabtu, 10 November 2012

Bunga Mawar Untukmu dan Secangkir Teh Manis Kita


“Kamu jahat, kenapa belakangan ini Kamu mencoba menghindar dari Aku Dan”. Ucap Farah Lantang.
“Farah, apa Kamu ngak ngerti kalau Aku melakukan ini semua karena Aku sayang sama Kamu? Aku menghindar untuk menenangkan diri, Aku belum bisa menerima diri Kamu yang masih egois, dan Aku sedang mencari solusinya”.
“Egois?”. Farah bertanya heran.
“Iya, semenjak kita naik kelas, Kamu lebih terlihat sibuk. Tidak satupun waktu untukKu, jika ada itupun hanya berlalu beberapa menit”.
“Aku sibuk karena Aku mengikuti kegitan eksul, Aku ditugaskan berbagai hal Dani, apa Kamu ngak bisa ngertiin Aku?”
“Ngertiin?”. Sebelah alis dani terangkat “Kamu yang ngertiin Aku mestinya, Aku sudah cukup menahan diri untuk terus menunggu Kamu meluangkan waktu bersama Aku”.
“Tapi Aku sibuk”. Farah tetap bersikeras.
“Coba Kamu bayangkan, jika Aku berada dirumah sakit danhampir tidak bernyawa lagi, mana yang Kamu pilih kegiatan Kamu atau Aku?”.
Farah hanya diam termangu. Fikirannya sedang terlayang pada pertanyaan Dani. Dalam hatinya pasti ia akan memilih Dani, tapi saat ini Dani kan, masih sehat tidak sekarat.
“Ahh sudahlah Dani”. Gadis manis itu langsung berlalu dari hadapan Dani.
Sementara, Dani hanya berdiri di posisi awal dia berdiri. Ia tidak pernah menyangka bahwa gadis yang ia cintai selama ini berubah total. Dari dulu yang selalu memperhatikannya dengan sejuta kebahagiaan kini menjadi sejuta kebisaun. Dani hanya bisa bersabar dan mencari solusi bagaimana gadis yang ia cintai bisa kembali seperti dulu lagi.

Paginya di sekolah, Dani datang bersamaan dengan Farah. Dani melontarkan senyum kepada Farah, tetapi Farah tidak menggubrisnya.
“Farah, liat deh Aku bawa apa”. Ucap Dani semangat.
“Apa?”. Cuek Farah.
Dani mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya dan menyerahkannya kepada Farah.
Sambil menghirup benda itu “Mawar merah yang wangi ya, makasih Dan”. Wajah Farah kini merekah menyerupai mawar itu.
“Sama-sama Farah”.
“Maafin Aku kemarin ya, marah-marah sama Kamu. Aku lagi panik saat itu. Tapi kita kan masih bisa bertemu di kelas kan, membahas apa yang ingin kita bahas, tertawa bersama”. Farah tersenyum lebar “Untuk beberapa minggu ini, Aku mohon dulu ya pengertiannya”.
“Iya ngak apa-apa kok, oh ya mawar yang udah Kamu kasih ke Aku ada sebanyak 6 mawar, sedangkan Aku udah 7, haha Kamu kalah satu poin dari Aku”. Dani tertawa lebar.
“Iih beda satu poin doang kok, tapi besok ini liat aja poin kita bakal impas dan selanjutnya Aku bakal menang”.
“Oke deh tuan putri, tapi mawarnya itu bau parfumnya masih ke bau sampe sekarang tuh. Parfumnya parfum Kamu ya yang semprotinnya”.
Farah tersenyum, “Kok tahu?”.
“Tahu lah, mana ada mawar bau permen karet gitu, ya Aku pasti tebaklah kalau itu bau parfum Kamu. Lagian juga Kamu bau parfum itu kan”.
“Waduh, ketahuan nih. Tapi baunya kan khas. Suka kan?”.
“Apapun hal yang Kamu berikan Aku asti menyukainya kok”.
“Dasar gombal”. Farah tersipu malu.
“Itu serius”. Mereka tertawa bersama.
“Masih ingat saat kita sering meminum teh hangat di tengah hujan dikantin sepulang sekolah?”.
“Masih kok”.
“Aku merindukan hal itu, Farah”.
“Aku juga begitu Dan. Baik, Aku akan berjanji 4 minggu lagi kita akan meminum teh hangat dikantin, entah itu hujan atau tidaknya kita pasti akan meminum teh itu dan Aku bakal kasih Kamu mawar merah”.
“Aku ucapin makasih ya, 4 minggu lagi Aku bakal kasih Kamu sesuatu yang indah”.
Wajah Farah terlihat penasaran dengan sesuatu yang diberikannya.
Beberapa minggu sudah berlalu, sepasang kekasih ini merindukan suasana saat mereka bertatap mata di kantin sepulang sekolah. Farah inign segera menyelesaikan tugas eksulnya, sementara Dani hanya sibuk melirik waktu dan berdoa agar waktu cepat berlalu.
Hari ini adalah hari dimana 4 minggu tersebut dijanjikan. Sepulang sekolah mereka berjanji untuk bertemu dikantin. Tetapi . . .
“Farah, Aku belum sesuatu yang mau Aku kasihin ke Kamu ketinggalan dirumah, maaf ya. Kamu mau nunggu bentar ngak, Aku mau jemput itu dulu”.
“Tapi cepet ya, Aku kangen Kamu, mawar merah dan teh manis kita”.
“Aku janji kok. Kamu harus ingat ya, kalau Aku selalu sayang sama Kamu, selalu cinta, Aku akan menjagain Kamu semampu Aku masih bernyawa. Aku ngak mau kehilangan Kamu, Kamu itu belahan jiwAku. Janji ya buat terus mencintai Aku sampai kapanpun?”.
“Pertanyaan Kamu kok gitu? Aku bakal tetap cinta sama Kamu sampai Aku udah ngak bernyawa lagi Dan. Aku cinta sama Kamu selamanya”. Farah menggengam erat tangan Dani.
“Farah, Aku mau Kamu mengalahin mawar merah Aku hari ini juga, Aku mau jumlah mawar itu lebih dari 10”.
“Lebih dari 10? Haha itu mah kecil”. Farah memikirkan sepuket mawar yang ada ditasnya.
“Aku pergi dulu ya”. Sambil mengusap kepala Farah.
Sesaat Farah terheran-heran dengan Dani. Kini ia membayangkan bunga mawar yang ada ditasnya yang berjumlah 21 sesuai dengan tangga hari ini yang sudah ia siapkan jauh-jauh hari.
Lama Farah menunggu, Dani tak Kunjung datang. Ia mulai gelisah dan tak sabar. “Mungkin Dani mempersiapkan kejutan untukKu, makanya ia tadi bersikap lebih romantis dari biasanya”. Icap Farah dalam hati. Tetapi lama ditunggu tak Kunjung datang. Akhirnnya farah memanggil Dani melelaui ponsel genggamnya.
Maaf panggilan yang anda tuju sedang sibuk cobalah bebrapa saat lagi.
                Nada itu terus berulang puluhan kali, sampai sebuah pesan mengunjungi ponsel Farah.
Lulu:
Far, loe buruan ke Rumah Sakit Husada sekarang. Ada hal yang penting. Cepetan PENTING!! Gue tahu loe ada janji, tapi mohon dibatalin.
Dengan segera Farah mengunjungi Rumah Sakit, dan membatalkan janjinya bersama Dani secara terpaksa.
Di Rumah Sakit, Llu tengah menunggu cemas.
“Ada apa lu? Penitng amat?”. Farah terheran.
“Emang penting Far, Dani kecelakaan dan sekarang dia koma”.
Farah mengintinp ke salah satu ruangan.
“Gue harus melihat dia Lu, loe iKut gue”. Mereka berdua segera masuk ke ruangan tempat Dani dirawat.
***
“Faraahh”. Ucap Dani mulai tersadar.
“Dani, kenapa Kamu bisa sampe gini?”.
“Aku saking senangnya mau dapat mawar merah dari Kamu makanya Aku ngebut di jalanan biar cepet sampe”. Ucap dani terpatah-patah.
“Kamu bodoh”. Air mata Farah membendung.
“Farah, Aku mau Kamu kasih Aku bunga mawar itu di tempat dimana Aku bisa menemukan kedamaian ya, tempat dimana Kamu bisa selalu mengingat Aku setiap detik”.
“Maksud Kamu?”. Farah makin terheran.
“Kamu pasti bakal tahu kok”.
“Oke deh, Dani Kamu istirahat dulu ya, Aku mau cari udara segar sebentar”.
Dani hanya mengejapkan matanya dan mengucapkan kalimat yang sama sebelum cowok berlesung pipit pergi menuju rumah dan mengalami kecelakaan.
Setelah kembali, hujan di mata Farah menetes deras. Tak percaya dengan hal yang ia alami. Ia terus menangis.
“Dani, Kamu udah menemuin ketenangan ya?”. Farah terbata-bata.

“Dani, Aku minta maaf sekali lagi ya. Aku tahu Aku ini egois Aku ngak bisa membagi waktu buat Kamu beberapa minggu terakhir. Sekarang Kamu udah bisa menemuin solusi bagaimana biar Aku ngak egois lagi, tapi bukan cara ini yang Aku minta Dan. Dani, saat ini Aku mau kasih Kamu bunga mawar merah yang Kamu inginin jumlahnya ada 21, sesuai denga tanggal hari ini. Akhirnya Aku bisa ngalahin Kamu ya”. Farah terisak-isak “Aku berharap Kamu juga bisa mengalahin pemberian mawar merah Aku ke Kamu, tapi apakah bisa itu? Soal teh manis kita, maaf acara kita dibatalkan karena kejadian ini. Teh manis itu mengingatkan kitaakan kenangan manis kita selama 3 tahun, yang diisi kemanisan saat tertawa bahagi maupu  kebahagiaan saat kita berada dalam masalah. Dani, maaf sekali lagi ya, Aku Cuma mau ucapin kalau Aku akan sayang dan cinta sama Kamu sampai Aku udah ngak bernyawa lagi”
Farah makin terisak, “Sampai Aku udah ngak bernyawa lagi, Aku akan menjaga Kamu dengan sekuat tenangaku ya” Farah makin menangis deras diatas pemakaman Dani yang ditaburi puluhan bunga mawar merah.

Kamis, 08 November 2012

Grand (Sianok) Canyon In Bukittinggi

In Indonesia, we can find the beautiful Canyon. The Canyon same like “Grand Canyon”, who located Colorado River, North America. Ngarai Sianok, yeah the local peolpe in this town called it. Ngarai sianok has position in IV koto, Kabupaten Agam, Bukittinggi City.

Just on the outskirts of the hill town of Bukittinggi in the Minangkabau highlands, lies this breathtaking canyon which the locals call Ngarai Sianok, or the Sianok Canyon. Its panorama is particularly beautiful in the early morning light when the first rays of the sun pierce through the mist covering this deep valley that has majestic Mount Singgalang looming at its background.
About the history, Ngarai Sianok formed due movement up and down millons years ago, is now be the green edge andmost beautiful river.

Ngarai Sianok, has a magnificient strech of step valley up to 15 km. Width with a deep 200 km until 100 meters cliff.

Sianok Canyon, also called by “The DreamLand Of Sumatera” because has a nice view and fresh air.
The beauty of Sianok can be seen from Panorama Park in Bukittinggi or you can also walk down into the gorge, where are a settlement and paddy fields. Then crossing a bridge over the river, climb up to Kota Gadang, home of silversmiths who produce the finest filigree ornaments.
To enjoy the scenery from the Park, visitors pay an entrance fee of Rp 3.000 per person. Along with admiring the beauty of Sianok, visitors can also visit a Japanese bunker, built during World War II, located at the base of the canyon.

Ngarai Sianok is arguably the most beautiful scenery among West Sumatra’s many scenic sites, to be enjoyed particularly at sunrise or sunset.
Bukittinggi and the Ngarai Sianok Canyon are some of the highlights of the annual Tour de Singkarak race, which takes on some of West Sumatra’s most spectacular scenic sites.
If you visited this place, you can feel so calm, enjoy and happy with this view :) So, let’s go to Bukittinggi.

Kamis, 25 Oktober 2012

All About L.O.V.E

 Still To Love :)

 Lovaplle

 Love Me???
 Dont Break My Heart !!!
 In Outside I HATE YOU, but In inside, I LOVE YOU :')
 PHOTOGRAPH OF L.O.V.E
 L.O.V.E
I LOVE YOU like the Rainbow :)

Kamis, 27 September 2012

Me and My cra(shh)zy friends!!! Awawawa

 Oh noo!!! Putri being like a Queen . . .

 Ipung like a Ind(onesia)ian Girl . . . Wkwkwkwk

 Three Malin Kundang????

 Yeehaa ... Party In Class . . .

Bubble Shot . . . Blup blup blup . . .

Sabtu, 30 Juni 2012

Kau Ajari Aku Yang Terbaik

Kakiku baru saja menjejalkan langkahnya diluar kelas, inilah saatnya Aku untuk pulang.
Selangkah sebelum pergi, Aku melihat dari kejauhan seorang pemuda melihatku dan melemparkan senyum manisnya untukku. Aku hanya diam tertunduk, lalu membalas senyumannya.
Terlihat, Dia berjalan menuju arahku. Aku bereaksi panik harus pergi kemana, Aku merasa akan malu nanti jika seisi kelas tahu bahwa ada seseorang yang begitu diidolakan seisi sekolah datang mendekatiku.
Aku tidak bisa bergerak kini, Dia sudah ada tepat dihadapanku.
"Hai". Sapanya membuka percakapan.
"Ohh hai juga". Aku mengalihkan pandanganku dari wajahnya.
"Aku mau kembaliin novel Kamu nih".
"Iya, iya, mana?" Aku mengulurkan tanganku secepatnya.
"Nanti aja ya. Oh ya, rumah kita kan searah, bagaimana kalau Aku antarin kamu pulang, lagian hari ini teman Aku lagi sakit hari ini".
"Halahh bohong ni, biasanya kamu pulang sendirian kan? Bilang aja kamu mau ngomong sama Aku, apa yang kamu fikirkan udah tertebak duluan kok".
"Iya, iya, kok tahu sih?". Pipinya tampak memerah.
"Asal kamu tahu cewek bisa menebak apa yang difikirkan seorang cowok, tapi tidak dengan cowok, pemikiran cewek itu susah ditebak".
"Iya deh, kamu masih punya novel yang lain? Aku perlu yang bisa membuatku terhibur".
"Ada judulnya "LOL @ The Office", itu cerita yang lucu juga".
"Dua hari lagi Aku pinjam ya".

Sepanjang perjalanan menaiki motornya, Kami bercengkarama riang. Itu selalu terjadi berulang kali, Aku tahu alasan kenapa Ia meminjam bacaanku, lalu memintaku untuk pulang bersama, tentu saja untuk mendekatiku. Sebelum ia mendekatiku, sudah lama Aku menaruh hati padanya. Tepatnya, waktu itu tanpa sengaja Aku melihatnya bermain  futsal di lapangan sekolahan. Aku melihatnya bermain dengan lincah, yang membuatku terpana ketika Ia menunduk lalu mengibaskan rambutnya, tampak tampan dan membuatku tertawa kecil. Sejak saat itu Aku mulai sering memperhatikannya dari kejauhan. Pertemanan Kami dimulai saat aku memposting di blog tentang buku-buku novel yang menginspirasi hidup yang Aku miliki. Ia mengomentari postingan di blogku dengan kalimat "Sepertinya novel yang Kamu miliki terdengar menarik, bisa Kamu pinjamkan?" Aku hanya menjawab "Bisa, Kamu silahkan saja mendatangi kelasku". Bunga bertaburan dihatiku, seperti itu perasaanku kini.

Setelah Ia mendekatiku dengan caranya yang membuatku bahagia, akhirnya Ia mencoba untuk menyatatakan perasaanya padaku. Aku berbasa-basi padanya untuk memikirkan selama tiga hari jawaban yang akan kukembalikan padanya. Dengan sabarnya, Ia menunggu jawaban yang sebenarnya sudah mempunyai jawaban yang pasti yaitu mengatakan "Iya". Cinta itu penuh dengan rasa penasaran, dan teka-teki yang rumit.

Sudah hampir setahun Kami bersama, hari ini Kami berencana untuk makan bersama di suatu restaurant. Sebelum pergi, Aku menunggunya keluar dari suatu tempat. Setelah menunggu setengah jam, akhirnya wajah tampannya mulai tampak.
"Udah siap dari gerejanya?". Tanyaku membuka perbincangan.
"Udah, gimana kalau kita langsung pergi?". Ia mengambil sebuah helm untukku.
"Boleh, lagian aku juga lapar".
Dia memasangkan helm itu padaku, lalu mengapitnya. Dari hal kecil itu saja Aku sudah tahu bagaimana Ia bisa melindungiku dari berbagai masalah.

Ditengah makan, Dia mengatakan sesuatu yang membuatku tidak percaya dengan semua  ini.
"Wajah kamu cantik ya, apalagi rambutmu yang bertebaran rapi".
"Iya, makasih, tapi Aku bukan seperti itu. Aku hanya biasa saja".
"Aku suka rambutmu, tapi lebih baik kalau kamu tutupi".
"Rambut aku ganggu suasana makan Kita ya, waduh Aku lupa bawa topi lagi, maaf ya, Aku ikat aja ngak apa-apa kan?". Aku terlihat resah.
"Bukan itu maksudku, tapi alangkah bagusnya kamu memakai jilbab".
Makanan yang baru saja kukunyah terlempar kembali, Aku tersedak. Aku tidak percaya dengan kalimat yang Ia nyatakan tadi.
"Apa kamu bercanda, kamu tahu kan apa kepercayaanmu, kenapa sekarang kamu menyuruhku menutup aurat sesuai kepercayaanku?".
"Sudah banyak buku Tafsir Al-Qur'an yang kupelajari, didalamnya dimuat bahwa perempuan diwajibakan menutupi seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan, bukankah begitu?".
"Kepercayaanku memang Islam, tapi aku belum siap untuk berhijab". Aku menunduk.
"Berhijab itu bukan simbol Islam, tapi kewajaiban dalam kepercayaanmu".
"Aku renungkan, apa hari ini Kamu baik-baik saja, kenapa bisa kamu ucapkan kalimat itu?".
Dahinya berkerinyit "Entahlah, aku ragu dalam dua kepercayaan. Orang tuaku berbeda kepercayaan. Papa Katholik dan Mama Islam, sejak lahir aku mengikuti Papa menuju gereja, selalu dilakukan setiap Minggu. Baru awal SMA ini, aku merasakan kegundahan, yaitu ketika aku melihat Mama sholat disana aku merasakan ketenangangan batin, Mama terliat damai melakukannya, ketika wajah Mama dibasahi air wudhu, wajah Mama tampak cerah. Semenjak itu, aku sering membeli buku tafsir Al-Qur'an".
"Apa Papa atau Mama Kamu tahu kamu membeli buku itu dan saat ini kamu berada dalam kegundahan yang fatal?".
Dia hanya tersenyum dan mengangguk.
"Mengenai kepercayaanmu terserah kamu sendiri, untuk masalah menutup aurat, baik akan aku coba, tapi tidak dalam aktu dekat ini".
"Iya baik lah".

Aku tahu, Ia menginginkan diriku yang lebih baik. Tapi apakah pantas aku memakai hijab lalu aku bejalan dengan pria yang berbeda pandangan denganku. Ini belum bisa dilogiskan di negara ini.

Bangku SMA sudah hampir sseparuhnya kami lewati bersama, kini Kami berada di kelas XII SMA.

"Siang cantik". Pesan singkat darinya, dari sudut bangku kantin kuterima.
"Hai siang juga, nanti Kamu bisa tunggu aku di gerbang sekolahan, sepulang anak-anak cowok sholat jum'at?".
 "Bisa kok, eh ngapain Kamu sms an? Jarak kita hanya beberapa meter, datang aja ke mejaku". Aku menatapnya.
"Yahhh kalau Aku datang, ntar ganggu Kamu sama temana-teman ngegosip lagi :P".
"Hei Aku bosan tukang gosip ya, dasar nyebelin".
Pesan darinya kuakhiri, hari ini aku bersiap menunggunya sepulang para muslim mengakhiri sholat jum'atnya.

15 menit lagi, aku akan bertemu dia. Kerongkonganku terasa haus, aku segera mencari miuman di kantin belakang.
Setelah selesai membeli minuman, Aku kembali menuju gerbang sekolah. Sepertinya sholat jum'at sudah selesai, aku berfikir bahwa Dia sudah menungguku di depan gerbang. Aku berjalan sambil mengamati orang-orang mulai meninggalkan mesjid sekolahan.
Aku melihat dan melihat, sampai bola mataku terhenti pada seseorang. Wajahnya cerah setelah disirami air wudhu, mataku terpaku sampai dia mendekatiku.
"Hei, kanapa liatin Aku segitunya, apa ada yang aneh?". Ia melepaskan pecinya.
Mataku berhenti dari tatapan yang dalam "Ahh maaf, ini beneran Kamu? Ngapain Kamu disini?".
"Iya ini aku sayang, Aku nge-Shuffle tadi, ya sholat jum'at lah".
"Jadi kamu ......".
"Iya, Aku udah miilih dengan pasti keyakinanku. Nanti aja di resto kita lanjutin pembicaraannya ya. Ngak sopan juga kalau kita ngomong disini"
Aku mengangguk. Aku kembali melanjutkan pembicaraan tadi sambil menikmati beberapa menu santapan.
"Jadi beneran Kamu udah milih keyakinan Kamu udah mantap".
"Udah sayang, bawel nih". Sambil mengusap kepalaku.
"Iyalah, Aku masih belum percaya lagi, orang tua Kamu gimana?".
"Mereka udah setuju, Papa bilang semua itu terserah Aku, yang bakal jalanin hidup ya Aku".
"Mereka pengertian ya". Aku menyeruput teh hijauku.

Kami melanjutkan makan siang Kami.
Ada kesan bahagia tersendiri, saat mengetahui Dia mempunyai keyakinan yang sama denganku. Tidak ada rasa takut untuk menjalani masa depan nanti.

Bangku kuliah sudah kami duduki, dan ini sudah memasuki bulan Ramadhan.

kringgg kringggg handphone ku bernyanyi riang
"Hei, lagi ngapain?". Suara darinya terdengar.
"Aku lagi nonton TV". Balasku".
"Yahh malah nonton, sholat tarawih sana".
"Rencananya sih mau pergi, tapi hari hujan lebat ni". Aku masih menatap televisi.
"Males nih anak, kalau hujan itu dan ngak bisa pergi ke mesjid, mending kamu sholat di rumah aja sama Papa dan Mama, itu dibolehin kok".
"Memang bisa ya?Wah aku baru tahu nih, kalau bisa oke deh aku laksananin. Kamu tarawih juga kan?".
"Ya iyalah, masak ya iya donk." Suara twanya terdengar olehku. "Aku lagi keluar sebentar, mau nanya kabar kamu aja".
"Wahhh cowokku perhatian banget".
"Mesti dong, ya udah Aku sholat dulu ya, udah adzan lagi, Bye".
Ia menutup telfonnya, dan aku segera mengajak Papa dan Mma untuk shalat di rumah saja.
 
Betapa beruntungnya aku mempunyainya, mengajariku yang terbaik, membawaku ke jalan yang akan membawa kedamaian. Walau dahulu Ia berbeda tetapi sekarng sudah sama. Terimakasih Tuhan, telah membawanya untukku. Dia yang mengajariku yang terbaik.



          With Love




     Nurhayatii Zaiinal ♥

Minggu, 24 Juni 2012

Hamtaro, The Cat Story

 Sahabat itu tidak boleh disia-siakan sebab akan mengundang rasa perih bagi diri kita sendiri dan akan mengurai air mata - Nurhayatii Zaiinal-


Miaaww Miaaww . . .
Suara itu berulang kali terngiang di telingaku, semakin lama semakin terdengar keras suaranya.
Aku membuka mata, Aku melihat seekor kucing dengan wajah lucunya tengah menarik selimutku, Aku langsung mengambilnya dan memeluknya.
"Kamu pintar kali ya, Kamu itu seperti alarm berjalanku". Aku mengelus kepalanya.
Dia hanya mengeong manis. Dia adalah peliharaan kucingku yang pertama kalinya yang Aku miliki. Ia kuberi nama Hamtaro, sesuai dengan kartun kesukaanku, walaupun secara fisik dia bukanlah sesosok hamster tapi dia lucu bagai hamster.
Pertama kali Aku menjumpainya saat aku melalui jalan menuju rumahku, ketika itu Aku melihat seekor kucing kecil mengeong dengan nadanya yang khas, sepertinya Dia tidak mempunyai majikan. Lalu, Aku mencoba mendekatinya, Aku mengelus kepalanya, setelah selesai aku bernajak pergi, tapi dia mengikutiku, Aku risih, karena aku tidak diizinkan memelihara hewan peliharaan di rumah. Karena iba akhirnya Aku membawanya pulang, sampai dirumah aku memohon untuk memeliharanya Aku tidak mau Ia mati terlantar dengan sia-sia. Dengan sejuta kalimat manis akhirnya Aku diizinkan memelihara kucing lucu ini.

Kini, Ia telah tumbuh besar. Dengan kasih sayang yang penuh, badannya yang dulu kurus kerempeng sekarang menjadi gemuk, membuatku gemas karenanya.
Setiap hari sepulang sekolah, Aku selalu bermain dengannya lalu memberinya makan yang banyak dan seringkali aku mengajaknya bermain bola-bola kecil. Aku benar-benar menyukainya. Dan aku telah menemukan sesosok sahabat setia.

Sekian bulan berlalu, kini Hamtaro tengah mengandung. Aku melihatnya senang sekali karena sebentar lagi Aku akan mempunyai banyak kucing kecil yang lucu. Aku semakin rajin untuk memberinya makanan, terkadang Aku rela tidak meminum susu sarapan pagiku demi kuberikan untukknya.

"Yeee". Teriakku bahagia.
Akhirnya dengan sekian perjuangan si Pus akhirnya ia melahirkan 4 orang ekor anak. Aku langsung memeganginya satu persatu, tapi tangan Hamtaro malah mencoba menghalangiku untuk menyentuhnya, mungkin karena Ia takut kalau anaknya Aku ambil.

Setiap detik Aku selalu memperhatikan kelima kucingku, sampai pada saat Aku akan melaksanakan ujian kenaikan kelas. Di saat itu Aku jarang memberikan perhatian untuk mereka terutama sang induk, Aku hanya memberi makan pada saat pagi saja, malam jika ingat. Aku ingin meminta bantuan Mama, tapi Mama keukeh tidak mau, katanya alergi bulu hewan. Sedangkan Papa, pergi pagi, pulang malam, hanya Aku yang bisa diandalkan.
Semakin lama, tubuh Hamtaro mulai menyusut kurus. Aku menyadarinya disaat Ia mulai sakit. Setiap pagi Aku tidak dibangunkan lagi olehnya, ia hanya berjalan mendekatiku untuk meminta sarapan pagi, kedekatan kami mulai renggang. Kami tidak seperti sahabat lagi.
Hamtaro mulai sering keluar rumah mencari makan ke rumah tetanggaku, meninggalkan anak-anaknya yang masih berumur beberapa hari, tetapi sepertinya Ia tidak mendapat makanan.

Keprihatinanku mulai tumbuh, Aku takut jika si Pus mati karena kelaparan meninggalkan anak-anaknya, Aku tidak mau kehilangannya. Hari ini, aku berencana membeli makanan istimewa khusus kucing ras mewah yang belum pernah aku berikan padanya, Aku berjanji untuk tidak menelantarkannya lagi.
Baru saja Aku pulang ke rumah,  Aku tidak mendengar suaranya, Aku melihat ke dalam kardus tempat Ia tidur juga tidak ada, hanya anak-anaknya saja. Aku mencari ke kamarku, bahkan sekeliling rumah juga tidak ada. Akhirnya Aku bertanya kepada Mama.
"Ma, Hamtaro mana? Tadi Aku beliin dia makanan enak".
"Hmm tanya sama papa, dia di taman belakang". Mama bergumam.
Segera saja Aku pergi menuju tmaan kecil dibelakang rumahku, seketika itu Aku melihat Papa tengah menggali sebuah lobang, Aku penasaran dan mendekati Papa.
"Pa, lagi gali harta karun ya?". Ucapku usil.
"Ngak". Ucapnya singkat.
"Terrrusss?".
"Kucing Kamu".
"Napa Pa". Ak mendesak Papa berbicara.
"Tadi dia keluar mencari makan, kebetulan Papa hari ini dibolehkan pulang makanya pulang cepat, pas jalan pulang Papa nemuin kucing Kamu udah ngak bergerak lagi, badannya luka kayak kena tabrak, ya udah Papa bawa aja, ini lagi gali kuburannya".
"Mana Hamtaro Pa?".
Papa menunjuk ke arah bungkusan kain putih, yang isinya adalah tubuh Hamtaro. Aku membuka bungkusan itu, seketika itu, Aku melihat tubuhnya kaku, tidak ada raut ceria saat pertama bertemu saat kami menjadi sahabat.
Aku menangis melihat sahabat ku pergi selamanya, meninggalkan anak-anaknya yang masih membutuhkan kasih sayang ibunya. Aku menyesali perbuatanku yang mengacuhkannya selama ini.

Sejak saat itu Aku tidak pernah lengah untuk mengurus ke empat anaknya, selalu aku beri perhatian lebih. Aku takut kejadian yang sama terulang lagi.


      With LOVE


  Nurhayatii Zaiinal ♥

Sabtu, 02 Juni 2012

Perasaan Trauma

 Lawan terus arus takutmu, semakin erat kau menghadapinya, semakin terkikislah rasa takut itu. Dan kau akan timbul sebagai sosok yang berani -Nurhayatii Zaiinal-

Di pagi hari aku menjejalkan kakiku di lorong-lorong kelas. Aku bersiap-siap untuk menikmati hari ini dengan pelajaran yang akan kuserap. Baru saja aku meletakkan tas mungil ku, sahabatku datang dengan wajah murung. Segera aku menghampirinya.
"Napa loe din?".
Sahabatku tidak menjawab pertanyaanku malah menggelengkan kepala.
"Hallo Nadine, ada orang ngak disini?".
"Ya Mil". Jawab Nadine lesu.
"Napa loe pagi-pagi udah murung aja? Belom sarapan ya?".
"Udah kok".
"Nah terus apa? Hmm duit jajan loe dipotong nyokap ya?".
"Enggak juga". Kini Nadine menggelengkan kepalanya.
"Terus apa lagi? Cerita dong sama gue, gue kan sahabt loe. Sebagai sahabat loe kan bisa curhat ke gue".
"Ini masalah gue dengan Adit, Mil".
"Kalian bertengkar ya? Memang masalahnya ribet gitu ya?"
"Iya, semalam kami bertengkar, tapi ini masalah sepele. Tadi malam gue nyuruh dia buat tugas, tapi dia malah nolak, ya udah aku ceramahin aja. Toh, ini demi kebaikannya juga, eh gue malah dimarahin". Mata Nadine tampak berkaca-kaca.
"Oalah egois amat tu cowok. Untung gue belum ada pacaran jadi kagak ngerasain yang semacam galau gitu". Aku tertawa.
Nadine memukul pundakku. Tidak lama kemudian bel berbunyi tanda pelajaran akan dimulai.
Selama pelajaran berlangsung, sesekali aku menoleh ke arah Nadine yang posisinya sebangku denganku. Tampak air muka Nadine yang tidak menggambarkan kebahagaiaan. Aku seperti ikut merasakan kesedihan itu.
Saat jam istirahat berlangsung, aku bersama Nadine berdiri di depan kelas. Aku melihat Adit melewati kelas kami dan tidak mengacuhkan kami berdua.
"Rese banget sih tu cowok". Ucapku kesal.
 "Udah biarin aja, nanti dia bakal sendiri kok". Nadine mencoba menenangkanku.
"Din, loe jadi cewek jangan lemah gitu donk, jangan biarin cowok ngejajah hati kita".
"Ya Mil, gue tau juga kok".
Perlahan masalah yang dialami Nadine mulai menghilang dibenakku. Dan maslah itu telah terselesaikan.

Beberapa minggu kemudian, masalah yang sama terjadi pada salah satu teman sekelas. Aku mengetahuinya ketika pulang sekolah ia tampak menitikkan air mata di gerbang, aku menghampirinya.
"Tata, loe kenapa nangis gitu?".
Tata mengusap butiran air matanya "Ahh loe Mil, bikin kaget gue aja. Ya gue sedih karena gue disakitin".
Aku mendekatkan tubuhku "Disakitin sama siapa?"
"Sama pacar gue, dia ketahuan selingkuh".
"APA? Tega banget sih dia sama loe, padahal loe itu kan cantik, berada lagi".
"Cinta bukan dipandang dari segi fisik Mila".
"Maksud loe?"
"Sebenarnya, gue yang salah, akhir-akhir ini gue jarang kasih waktu buat dia, loe tau sendiri kan, gue sibuk dengan jadwal lomba gue".
"Iya juga sih, tapi kenapa harus dibalas kayak gitu?".
"Hanya hati yang bisa jawab".

Lain lagi ceritanya, saat salah satu teman cowokku menyatakan perasaan sakitnya terhadap pacarnya. Dia menceritakan bahwa pacarnya sering mengacuhkannya dan lebih sering terlihat bersama cowok lain. Membuatku sadis berfikir bahwa manusia ini tiodak dipandang cewek atau cowok pasti saling menyakiti.

Semakin banyak aku mendengar pernyataan sakit dari sekian banyak klien yang aku temui, membuatku semakin betah untuk mengunci rapat hatiku untuk hatiku sendiri, atau bisa dibilang lebih tepatnya aku "Trauma" untuk menghilangkan status lajangku ini.
Perasaan takut ini semakin bertambah saat aku mulai merasakan jatuh cinta untuk yang pertama kalinya. Setiap aku melihatnya, hatiku berdebar kencang, dunia seakan berhenti berotasi dan bulan berada di atas kepalaku. Indah namun menakutkan.
Sering aku menatapnya dari kejauhan, terkadang aku didapati Nadine dalam keadaan bak orang yang kesurupan setengah mati : loncat kegirangan disertai teriakan yang membuat Nadine terpaksa menahan malu.
Nadine mendukungku untuk bisa berdekatan dengan dengannya. Dan aku mengatrakan perasaan takut.
"Mila, kalau loe taku sama perasaan loe, gimana bisa loe maju? Loe hanya mengambil kesimpulan kecil yaitu orang-orang yang tersakiti. Banyak orang yang baik kok. Lagian kalau ada masalah itu cuma ujian buat kita, seberapa besar kita mampu bertahan". Ucap Nadine bijak.
Aku mengangguk lesu, menelan kembali ucapan sahabatku.

Beberapa hari kemudian, masih dalam perasaan yang sama saat jatuh cinta. Sekarang adalah waktunya pulang sekolah. Aku berjalan bersama sahabatku. Aku berjalan perlahan di lorong menunggu menunggunya keluar dari kelasnya dengan gayanya yang menurutku "Waaww".
Masih belum terlihat juga, padahal langkahku sudah seperti semut. Aku hanya menunduk lesu sementara Nadine diam seribu bahasa.
Tiba-tiba Nadine mendorong tubuhku ke arah kanan, aku kehilangan tekanan tubuhku dan aku disambut tangan hangat seseorang. Aku menoleh pelan dan ternyata yang aku tatap adalah dia, dia yang aku cari.
Mata kami terkunci selama beberapa detik, aku langsung berdiri merapikan bajuku. Dia hanya tersenyum.
"Maaf ya, tadi aku ngak sengaja disenggol teman aku"
"Iya ngak apa-apa, lain kali jalannya jangan lesu donk, kayak ngak semangat aja". Ucapnya tertawa manis.
"Ahh iya, iya". Aku tidak tahu kalimat apa yang harus kuucapkan.
Sambil menjulurkan tangan "Kenalin aku Firman".
"Aku Mila". Tangannya hangat.
Ahh sudah lama aku tahu namanya, tapi agar lebih terasa hangat biarkan saja dia mengenalkan dirinya.
Kembali aku berjalan berama Nadine, aku hanya tersenyum manis.
"Ciee yang bahagia nih, ucapan makasihnya mana?".
"Ihh apaan sih? Loe bikin malu aja".
"Halah mau bilang makasih ama gue kan? Tapi gengsi?".
"Ahh terserah deh, aku menutup wajahku".

Setibanya dirumah, aku mengingat kembali kejadian yang amat indah tadi. Sesekali rasa takut itu melintas dihadapanku. Membuatku kembali berfikir.

Sejak perkenalan itu, aku mulai sering berkomunikasi dengannya. Awalnya hanya sekedar sapaan, selanjutnya lewat media sosial dan elektronik. Baru aku ketahui bahwa kami memiliki hobi yang sama yaitu menulis. Aku bahagia mendengarnya. Dia mengajakku untuk membuat sebuah novel yang bertemakan cinta, ambil-ambil alih, aku menyelipkan kisah kami yang secara sengaja aku katakan bahwa itu cerita rekaan dan dia percaya. Kami membuat novel di rumahku, otomatis Firman sudah dikenal orang tuaku serta adik-adikku dan kmereka terlihat akrab. Kedekatan kami berdua yang disaksikan keluargaku, mendorong Mama untuk menyuruhky mencari pacar seperti dia atau jadi pacarnya. Aku hanya menjawab "Biarkan waktu yang menjawab Ma".

Novel ciptaan kami sudah selesai kami beri judul "Sayap Mentari", bercerita tentang sepasang musuh dari kecil, yang mana pihak cewek takut sama pihak cowok dan pada suatu ketika mereka yang sudah lama dipisahkan dipertemukan kembali. Tetapi si cewek masih takut, di sisi lain si cowok malah jatuh cinta. Dengan sekuat tenaga cowok itu membuat si cewek jatuh hati padanya.

Selesai kami dari percetakan, Firman mengajakku makan siang di salah satu restoran cepat saji. Di tengah makan, sebuah grup musik jazz mendatangi kami, mereka membawakan lagu "More Than Word". Aransemen musik mereka membuat ketenangan di otakku seakan otak kanan dan otak kiriku bersatu padu. Aku menikmati makan siangku, sesekali aku menatap wajahnya dengan malu. Dia hanya tertawa melihatku makan dengan mulut yang belepotan saus spaghetti.

"Mulut kamu belepotan tuh". Firman mengambil sapu tangan dan me-lap mulutku.
"Ah ngak usah biar aku sendiri". Aku mengambil kain biru itu dari tangannya.

Musik masih mengalun merdu, sampai hidangan kami habis semuanya.
Cowok tinggi itu mengeluarkan sesuatu dari sakunya, benda kecil hitam, terbalut kain beludru.
"Mila, sebelumnya aku minta maaf, aku hanya ingin mengungkapkan perasaan ku saja, sejak awal kita bertemu tepatnya kamu jatuh lalu aku yang nolong kamu sejak itu aku jatuh hati ke kamu".
"Tapi, tapi aku". Aku ragu menjawab.
"Aku tau, kamu takut disakitin kan? Aku juga begitu dulu, dulu aku menganggap para perempuan hanya mampu mempermainkan perasaan, harta pasangannya mereka bukan untuk mencintai.. Tapi aku sadar semua itu TIDAK BENAR, banyak perempuan yang baik dari itu semua. Semenjak bertemu kamu, aku sadar itu".
Ketakutanku kembali menggerogoti otakku.
"Apa kamu yakin tidak akan menyakiti perasaanku?". Aku meragu.
"Yakin, kita pernah sama-sama mengalami perasaan trauma akan pacaran tetapi kita belum mengalaminya. Untuk apa aku berjanji jika hanya untuk diingkari, aku ini seorang pria Mila, janji pria besar kemungkinan pasti akan ditepati".
"Jadi kamu belum pernah pacaran?". Aku tertawa kecil.
"Ya gitu deh, aku udah nyatain perasaan aku ke kamu, sekarang aku mau bilang, Apa kamu mau menjadi pendamping aku?". Firman membuka kotak hitam itu yang ternyata berisi dua gelang.
"Untuk selamanya? Sebelumnya aku mau bilang aku takut disakiti bukan karena aku takut dimarahin sama kamu, suatu saat nanti kamu akan marah padaku karna aku akan membuat kesalahan baik kecil maupun besar yang marah itu akan menjadikan kita lebih kuat, bukan karena saling menyakiti, semoga kita untuk selamanya".
"Semoga, mudah-mudah Tuhan dan waktu mendukung kita".
"Aminn".

Firman memasangkan gelangnya di lengan kiriku dan dia memasangkan sendiri gelangnya di lengan kanannya. Terkadang jika kita melihat sesuatu yang buruk secara berulang, maka perasaan takut akn timbul. Hanya ada satu cara melawannya yaitu hanya dengan cara mencoba menghadapi perasan takut tersebut :)


           With Love




      Nuirhayatii Zaiinal ♥

Selasa, 15 Mei 2012

Rencana Indah Tuhan

 Yakinlah semua, bahwa setiap alur hidup kita itu memang Tuhan yang mengatur dan di setiap peristiwa yang kita lewati disanalah Tuhan akan menunjukkan rencana Indahnya -Nurhayatii Zaiinal-


Terik matahari yang panas mulai membakar ubun-ubunku. Ini adalah saat dimana orang-orang mulai melaksanakan kegiatan rutinnya untuk makan siang, tapi tidak bagiku dan kakakku. Ini adalah waktu kami untuk terus mencari uang, uang dan uang. Biasanya kami melakukan aktifitas yang tak seharusnya anak-anak seumuran kami lakukan yaitu mengemis harta dari orang-orang kaya yag terkadang sering mengacuhkan kami.

"Kak, aku lapar kak". Ucapku meringis.
"Sabar ya dek ntar lagi kalau kakak ada uang lebih, kakak beliin kamu nasi Padang deh".
Wajahku mencerah "Beneran ya kak, asik kakak baik deh".

Aku terus bekerja, dengan bermodalkan plastik bekas air mineral aku bernyanyi riang sambil berharap kasih iba orang-orang kaya itu. Aku memperhatikan jumlah uang yang telah aku kumpulkan ternyata masih berjumlah dua buah uang ribuan. Mana cukup uang seperti ini untuk membeli nasi bungkus, apalagi uang kakak yang pasti tidak akan mampu membeli nasi yang rasanya tidak tertandingi itu, ucapku kesal dalam hati.

Aku kembali menghampiri kakak, sudah sejam aku bersuara merdu di atas aspal ini, saatnya aku beristirahat.
"Kak, udah berapa uang yang terkumpul kak?". Aku mengintip isi plastik bekas kakak yang sama persis sepertiku.
"Baru 5 ribu dek". Ucapnya murung.
"Ternyata Tuhan ngak adil ya kak".
"Ngak adil gimana? Tuhan itu maha adil adekku sayang".
"Bohong kak, buktinya kalau Tuhan itu adil, pasti hidup kita tidak akan semelarat ini, kita pasti hidup nyaman kak".
"Lah, Tuhan itu pasti punya rencana yang indah buat kita, yakinlah".
"Ogah ah, ngak mau kakak aja sonoh yang yakin".
"Ya sudah kalau kamu ngak mau percaya, tapi jangan nyesal ya".

Aku menggangguk lesu. Kakak melanjutkan pekerjaanya menyanyi sambil bermain gitar, sedangkan aku kini hanya duduk termenung karena kelelahan.

Dari kejauhan aku melihat seseorang membukakan kacanya untuk kakak, kakak menerima satu lembar uang. Ahh paling itu cuma uang seribu, orang kaya mahh pelitnya minta ampun, ucapku lagi dalam hati.

Tampak kakak tengah berlari mendekatiku.
"Dek, liat kakak bawa apa?". Wajahnya sumringah.
"Paling uang seribu doang ya kan kak?"
"Ngak". Kakak mengeluarkan uang yang ada disakunya "Nih uang 100 ribu".
"Wah kakak hebat". Aku mendecak kagum.
"Nah Tuhan itu adil kan, ayo sekarang minta maaf".
"Kakak maafin aku ya?"
"Waduh bukan sama kakak, tapi sama Tuhan".
"Ya deh kak".

Aku berdoa, tampak kakak sedang memperhatikan gerak komat-kamit bibir kecilku memohon maaf kepada Tuhan. Setelah berdoa aku langsung berangkat menuju restoran Padang yang sangat terkenal kelezatannya, aku makan dengan lahap dengan kakak. Wajak kami tampak seperti dulu saat kami masih berkecukupan.

Dulu aku dan kakakku hidup dalam serba kecukupan, tapi semua itu menghilang saat Papa, Mama dan kami berdua mengalami kecelakaan. Kedua orangtua kami meninggal dan hanya kami yang mendapat takdir untuk terus hidup. Semua aset keluarga ditikam habis oleh pamanku yang mempunyai sifat rakus harta, kami hanya pasrah menerima. Bagiku yang masih berumur 10 tahun terlalu sulit, tapi bagi kakakku, Revan yang mempunyai usia yang berbeda jauh 4 tahun dariku, dia hanya terlihat tidak begitu sulit menerima semua keadaan ini. Toh, dia percaya bahwa suatu saat tangan para malaikat akan menuntunnya ke arah yang bahagia.

Selesai sudah aku melahap sepiring nasi yang aku inginkan, hari sudah terlihat mulai gelap, aku dan kakakku kembali ke bawah kolong jembatan, tempat aku diperkerjakan dengan penuh paksa, beberapa saat lagi aku dan kakakku akan menyerahkan uang setoran kepada Si Boss yang terkenal cukup galak dan gila harta. Dia hanaya mengambil anak terlantar lalu mengiming-imingi dengan mainan setelah anak-anak tersebut mendapatkan apa yang mereka mau, manusia keji itu membudaki mereka dengan mengemis iba kepada orang-orang kaya diluar sana. Sungguh tidak punya hati, ini bukan perbuatan manusia, tapi bisa disebut perbuatan hewan, sungguh hina.

Malam ini, aku tidur nyenyak dengan harapan besok aku akan mendapatkan uang lebih yang bisa aku tabungkan. Uang tabungan ini aku tujukan agar aku bisa keluar dari pembudakan ini dan aku bisa melajutkan sekolahku lagi. Sudah dua tahun aku berhenti sekolah, betapa mirisnya hidupku ini.

Aku kembali bekerja, hari ini aku bersama kakakku mengamen riang, aku ingin mendengar alunan merdu suara sang kakak, tampak kembali mobil kemarin yang memberikan satu lembar uang 100 ribu kepada kakakku. Mobil itu menurunkan kaca mobilnya, tampak seorang anak yang seumuran denganku tengah terbatuk-batuk keras dan berbicara kepda ibunya yang ada di kursi depan.
"Mi, kasihan mereka ya, bisa ngak Mami kasih mereka uang banyak agar mereka bisa tidur nyenyak hari ini". Wajahnya memelas.
Dari saku ibu muda itu dikeluarkanlah dua lembar uang 100 ribu, satu untukku dan satu lagi untuk Kak Devan. Aku berterimakasih banyak kepada dua orang yang kusebut malaikat kecil penyelamat hidupku itu.

Mobil mereka melaju saat lampu berwarna hijau dinyalakan, aku melambaikan tangan.

Keesokan harinya mobil hitam berkilau itu muncul kembali, sama sepertinya anak mereka memelas kepada Ibunya untuk memberikan kami uang yang banyak lagi, dan Ibu itu memberikan lebaran itu dengan wajah tulus, aku berterimakasih.

Sejak saat itu aku merasa bahagia karena setiap hari aku didatangi dua orang malaikat kecil penyelamat hidupku. Kini uangku dan kak Devan terkumpul sudah satu juta rupiah, ahh cukup untuk sekolahku dan hidupku yang akan kutuangkan di sebuah kontrakan murah, aku hampir terbebas dari perbudakan. Teriakku dalam hati.

Semua impianku itu hampir brada tepat di depan mata, saat seorang dokter yang sudah menikah ingin mengadopsiku. Disebutkan oleh calon ayah angkatku bahwa mereka telah lama menikah dan Tuhan belum menitipkan anak untuk mereka.
"Paman, jika paman tidak dianugrahi Tuhan untuk punya anak, berarti Tuhan ngak adil kan Paman?". Ucapku polos.
"Tuhan itu adil sayang, Tuhan punya rencana indah buat kita".
"Apa buktinya Paman?"
"Buktinya ini, Tuhan mempertemukan kita, Paman disuruh Tuhan buat jhemput kamu agar hidup kamu bisa lebih baik dari ini". Paman itu mengelus rambutku.
"Bagaimana dengan Kakakku sendiri? Dia kan hidup sama sepertiku dijalanan apa Tuhan punya rencana juga untuk dia?"
"Tentu saja sayang, kamu harus yakin itu". Dengan sabar pria yang masih berkepala tiga itu menjelaskannya padaku.
Akhirnya aku mengikuti orangtua angkatku dan aku berpamitan dengan penuh air mata. Berat rasanya jika aku harus berpisah dengan saudara kandungku yang sudah menjagaku, menyayangiku sedari aku kecil.
"Kak, maafin aku ya, tapi kakak tenang aja, aku bakal liatin kakak tiap hari, nanti aku bakal beliin kakak makanan kesukaan kakak tiap hari jadi kakak bisa makan enak". Ucapku sambil menahan tangis.

Waktu sudah berlalu lama, janjiku pada kakak untuk selalu mengunjunginya setiap hari terpenuhi selalu. Saat ini aku duduk di kelas satu SMP, pendidikan yang aku impikan terpenuhi juga, kedua orangtuaku sangat menyayangiku sepenuh hati, membuat ku betah berada disana.Tapi ada satu hal yang tidak aku inginkan, Papa angkatku mendapatkan tugas diluar negri dan dengan otomatis aku dan Mama angkatku ikut juga, dengan berjuta keterpaksaan aku harus mengikutinya.

Aku sudah berada diluar negri, tepatnya di Australia, memang sangat jauh dengan Indonesia, selama disana aku selalu memikirkan keadaan kak Revan, apakah hidupnya saat ini masih menjadi gelandangan atau sudah menjadi 'Seseorang".

Di sini, setelah lama aku berjuang di negri orang, akhirnya aku bertemu dengan seseorang berkebangsaan Indonesia, yang wajahnya tidak asing bagiku. Dia adalah malaikat kecilku dulu yang selalu merengek pada ibunya untuk memberi aku rezeki. Ahh pertemuan tidak terduga. Aku tertawa kecil.
Setelah berkenalan aku mengetahui namanya Putra, kami menjalin pertemana yang lumayan erat. Aku bertanya tentang ehadiran kakakku sebelum dia pindah kesini.
"Putra, kapan kamu terakhir ngeliat kakak aku?".
"Hmm rasanya enam hari setelah kamu pergi keluar negri, aku juga sempat nanyain kamu ke dia, dia bilang kamu di adopsi, aku senang dengarnya, akhirnya kamu mendapatkan hidup yang layak dan ternyata kamu di adopsi sama teman Mama aku". Putra melempar senyum.
"Sejak saat itu kamu udah ngak pernah ngeliat dia?".
"Enggak Nia, dia kayak udah ngilang gitu aja".
Mataku berair, setetes air mata berjalan menelusuri kelopak mataku, menuruni pipiku dan akhirnya jatuh ke tanah.
"Tania, sabar ya, aku berharap kamu bisa dipertemukan lagi dengan kakak kamu".
Aku tersenyum tenang mendengar kalimat penyemangat dari Putra.

Sekian lama kami berteman, sekian lama waktu berputar. Tidak terasa aku sudah bekerja, dan pertemananku dengan Putra membawa kami ke sebuah hubungan pacaran dan kami akhirnya menikah. Setelah menikah kami pinah ke Indonesia.

Terus mencari dan mencari, Kak Revan belum juga kutemukan, aku takut dia sudah tiada lagi. Begitu sedih hatiku. Untuk menghibur diriku, Putra mengajakku ke studio rekaman milik orang tua suamiku sendiri. Dari kejauhan alunan suara musik yang diputar melalui komputer atau laptop mungkin yang terdengar sayup-sayup jelas. Aku mendekati arah suara itu ternyata kulihat seseorang sedang menghidupkan musik yang mungkin dimaksudkan agar dia tertidur.

Aku menelusuri ruangan lain, kini aku mendekati ruang rekaman, kata Putra hari ini ada jadwal penyanyi baru yang rekaman. Karena penasaran aku langsung menarik tangan Putra.
Aku hanya bisa mengintip dari luar saja, dari celah pintu yang kecil. Mama Putra melihat kami berdua dan mempersilahkan kami masuk. Di dalam aku melihat penyanyi itu sedang menyanyi dengan pemahaman gitarnya. Aku tidak bisa melihat wajhanya karena punggungnya menghadap ke aku.

Setelah penyanyi baru itu selesai mengalunkan suara merdunya itu, aku bertepuk tangan. Tampak dia mulai keluar, wajahnya masih belum terlihat, dan pada detik berikunya aku melihat wajahnya. Wajahnya sangat tampan, matanya indah, tubuhnya tinggi tegap. Wajah itupun tidaklah asing. aku menghampiri penyanyi itu untuk meyakinkan pandanganku. Dari arah belakang aku langsung memeluk tubuhnya, membuat seisi studio terkejut.

"Tania, apa yang kamu lakukan?". Nada Putra marah.
"Putra, kamu tahu ini siapa?". Air mataku menitik.
"Dia penyanyi baru, apa kamu mengidolakannya?".
"Mengidolakannya? Sungguh bodoh, dia belum terkenal tapi aku malah mengidolakannya". Aku masih memeluk tubuhnya.
"Lalu siapa? Lepaskan pelukanmu nak". Sergah Mama Putra.
"Aku ngak mau lepasin Ma, orang ini sangat berarti bagiku. Dia adalah orang yang selama ini memberiku arti kehidupan, dia yang merawatku saat aku sakit". Tangan pria itu melepas pelukanku.

Pria itu berbalik arah, menatap wajahku dalam-dalam. Kini aku berada dipelukan hangatnya, ya pria itu adalah Kak Revan yang selama ini aku rindukan.
"Kak, maafin aku ya, udah lama aku ngak ngeliat kakak, aku bukan adek yang baik kak".
"Ngak apa-apa kok dek, kakak juga di adopsi sama keluarga yang baik banget sama kakak". Terasa air mata Kak Revan jatuh di pundakku.
"Aku bahagia dengarnya kak, aku senang akhirnya kita bertemu lagi kak".
"Ya dek, bener kan apa kata kakak dulu kalau Tuhan itu punya rencana indah buat kita".
"Ya kak, aku udah paham maksud kalimat itu".
Aku tersenyum bahagia, masih dalam pelukan kakak, ku merasakan kebersamaan kami yang lengkap sudah.


        With Love



   Nurhayatii Zaiinal ♥

Sabtu, 12 Mei 2012

Ujung Jembatan

Kau berjalan di depanku
Langkah kakimu terdengar gusar
Terus melangkah
Tanpa henti di depanku

Sudut mataku menoleh ke arahmu
Melihat sisi punggungmu
Yang semakin tidak jelas
Di pandanganku

Seperti itukah kau kini?
Jadikan aku pelarian sementaramu
Tempat kau bersembunyi
Dari takut yang akan mengecammu

Kau anggap aku
Bukan sosok abadimu nanti
Sosok masa depanmu
Tapi kau malah anggap aku
Sebagai jembatan kecil
Penghubung cinta raga sejatimu

Tidak bagiku, tidak . . .
Sudah lama ku anggap kau
Sebagai ujung jembatan ini
Nyatanya fakta berbalik

Ahh sudahlah
Percuma saja ku anggap kau sebagai ujung jembatanku

Tuhan telah berbisik halus padaku
Bahwa masih banyak jembatan yang akan ku temui
Dimana ujungnya akan terasa bahagia
Tanpa mendung air mata ini


         With Love


    Nurhayatii Zaiinal ♥

Jumat, 11 Mei 2012

Tatapan tengah hujan

Gemericik hujan basahi senja kita
Basahi pijakanku
Tempatku menyendiri
Kupandangi lekuk wajahmu dari sudut kejauhan
Indah bagiku

Kini Aku berlari ditengah hujan
Kau tatap aku dengan seribu tanya
Tatapanmu tidak biasa
Layaknya saat kita pertama jumpa
Dimana senyum hanagat menyambutku

Ku acuhkan raut tanyamu
Hatiku hanya termenung hening 
Merenungi setiap angan dan mimpiku
Untuk bisa disampingmu
Hilangkan sepiku kini

Terus kuberlari dan berlari
Hingga akhirnya pijakanku ada di dekatmu
Tempat yang kering, hangat dan ramai
Kembali kau tatap aku
Dengan tatapan mu yang tidak makan pernah mengenal ku lagi
Dan kini aku merasa sepi



        With Love






   Nurhayatii Zaiinal  ♥

Jumat, 04 Mei 2012

Peluk Aku Sekali Lagi

Aku berjalan menyusuri pematangan sawah, airnya yang jernih mebuat hatiku damai, kicau burung bernyanyi riang, kupu-kupu bertebaran sepertinya mereka saling jatuh cinta. Saat ini aku hendak menuju rumah lamaku yang sudah lama aku tinggalkan semenjak aku kulaih di luar negri.

Aku hampir mendekati pintunya, perlahan aku ketuk pintu tua itu, tidak beberapa lama kemudian seseorang yang tak lain dan bukan adalah kakakku menyambut hangat kedatanganku yang sudah lama dinantikannya. Aku melepas penat sesaat dikamarku, mataku hampir terlelap tapi pikiranku tidak, aku melihat seseorang dengan paras lembut tengah mengusap rambutku, hingga akhirnya membuatku tertidur dan seseorang itu tidak ada dihadapanku lagi .

Aku tengah tertidur jauh, dalam bayanganku seseorang itu muncul lagi aku melihat pakaiannya begitu indah seindah parasnya, seseorang itu tengah memegang boneka beruang kesayanganku dan ia memberikannya kepadaku, dia tidak berkata satu patah kata pun. Aku terheran kenapa ia tidak berbicara? Apakah aku berbuat kesalahan untuknya atau apakah ia ingin memancingku untuk berbicara terlebih dahulu. Aku tidak tahu.

Aku merasa ini bukan seperti mimpi, sepertinya aku sudah terbangun. Nyata rupa makhluk tuhan itu jelas. Aku mengusap mataku beberapa kali, aku melihatnya kini tengah duduk disampingku membawa secangkir susu hanagat, masih belum berbicara, dia hanya tersenyum memandang wajahku yang tengah terheran-heran. Aku tidak ingin memulai pembicaraan aku ingin dia yang berbicara padaku. Aku merasa begitu mengenal wajahnya, cara bicaranya dan cara dia menatapku dengan tatapan yang mampu membuatku luluh.

Dia menyerahkan cangkir tadi. Tanpa ragu aku langsung meminumnya, rasanya sangat manis seperti yang aku sukai. Dia tengah menatap mataku lagi, sementara aku terus mencicipi susu panas itu. Aku menantikannya berbicara padaku, belum juga dia berbicara. Aku meletakkan susu hangat tadi.

Aku melihat raut wajahnya, sepertinya dia menyimpan berjuta kerinduan yang sepertinya kerinduan itu diarahkan untukku. Tanpa terasa air mataku menetes.

"Nak, kamu gimana kabarnya". Tanya seseorang itu dengan halus.

"Kabar baik Ma, aku hampir lulus kuliah bentar lagi". Air mataku makin deras.

"Nak, kamu jaga diri kamu ya, kakak kamu juga, Mama berharap kalian saling melindungi".

"Iya Ma aku janji". Aku menciumi pipi seseorang itu yang tidak lain adalah ibuku.

"Ma aku minta peluknya dong", Nadaku manja.

Aku mendapat peluk cinta seseorang yang sangat kurindukan. Air mataku menderas, membasahi pipiku, membuatku gelisah.

Aku tersentak, ahh Mama dimana Mama sekarang? Aku bingung. Aku berlalri keluar menemui kakakku.

"Kak, Mama pergi  kemana barusan Kak?".

"Mama? Sayang, Mama kan udah lama ninggalin kita sejak kamu SMA, kamu pasti mimpi ya" Kakak Ririn mengusap kepalaku. "Menurut kakak, mimpi kamu itu tandanya Mama rinduin kamu, kamu rajin sholat dan doaian Mama ya dek".

Aku menggangguk kecil, terdiam membisu. Aku teringat jelas ketika tadi Mama memeluk tubuku.
Ma, aku mohon peluk aku sekali lagi ya Mama ku sayang, aku merindukanmu

*Cerpen untuk Mamaku tercinta, semoga engkau tenang disana ya Ma, aku disini mendoakanmu kok :')


          With Love






     Nurhayatii Zaiinal ♥

Sabtu, 14 April 2012

Menggapai Jemari Mu


Menatap mu dari kejauhan terlalu rumit bagi ku
Rintik hujan setiap detik halangi pandangan kita
Butir lembutnya menghunus tajam mataku
Perih . . .
Begitu perih yang kurasakan untuk melihatmu

Mata ku terlalu menatapmu dalam tempo yang cepat
Dengan perasaan yang mendalam
Kulihat di sisi lain
Kau malah tenggelam di dalam permainan mu sendiri
Tanpa menggunakan logika bahwa aku juga permainanmu

Dulu kau pertanyakan aku
Tentang isi benak dan hatiku
Sekarang kau malah membuang tanya itu
Rasa yang kau tanam telah kau campakkan
Raga ini terlalu rumit menggapai jemari mu :')

Rabu, 11 April 2012

Quote Of Today

Spongebob : Apa yang akan kamu lakukan jika aku pergi???
Patrick : Aku akan menunggu mu kembali
Spongebob : Jika aku tidak akan benar-benar untuk tidak kembali, apa hal yang akan kamu lakukan???
Patrick : Aku tetap akan menunggu mu kembali :)

***

Patrick : Pemujaan yang berlebihan itu tidak sehat

***

Patrick : Kepintaran tidak akan bisa membeli persahabatan, lebih baik aku bodoh asal aku mempunyai sahabat sepertimu :)

Selasa, 10 April 2012

Secercah Senja untuk Mentari Yang Akan Terlelap

Kini Senja sudah menjadi kawan hidup sang Mentari, menjadi penutup senja menjelang malam, dan sang malam pun kini menunggu bulan untuk menjadi kawan hidupnya di malam yang sunyi
 
Aku menghempaskan tas yang penuh dengan buku-buku sekolah yang berlebihan muatan yang dimana buku-buku itu akan aku kembalikan  ke perpustakaan, bukan aku keberatan beban tapi aku sedang meluapkan emosiku dihadapan seseorang yang tengah mengintrogasiku secara berlebihan.
Dia adalah seorang kekasihku Senja, sejak tadi aku heran dengan sikapnya yang agak berlebihan, dia menyangka aku telah mengacuhkannya tadi malam berkata aku sedang bersama seseoranng atau apalah yang ingin disebut, hal itu terjadi sebab aku tidak membalas pesan singkat yang dikirimkannya pukul 10.30 malam. Ohh tuhan yang benar saja biasanya sekitar jam itu para pelajar sudah terlelap pulas kecuali bagi yang sedang sibuk berkutat belajar untuk esok hari.
Aku sudah menjelaskannya dengan sabar bahwa aku sudah terlelap, tetapi dia tetap saja meninggikan egonya berkata bahwa aku sudah tidak acuh dengannya. Menurutnya apa setiap detik aku selalu terkekang untuknya??? Masih ada hal pasti yang ingin aku lakukan. Aku berharap dia mengerti keadaanku ini.

"Senja, apa kamu tidak mau mendengarkanku dulu? Kamu selalu saja mementingkan ego kamu itu, selama ini aku sudah cukup sabar, tapi karna kesabaranku itu kamu semakin menjadi-jadi, apa kamu tidak mengerti itu?" Aku mengambil tasku dan buku-buku yang berserakan "Ya udah terserah kamu aja, yang penting mulai detik ini kamu ngak usah temui aku, lagian kita kan udah selesai UN, selesai tamat dari SMA ini kita akn terpisah satu sama lain, walau jujur hatiku terlalu berat untuk melepasmu". Aku menahan mendung kecil menelesuri pipiku.

"Tari, aku minta maaf ya, aku cuma takut kehilangan kamu aja".

"Ya udahlah, aku udah maafin kamu, tapi kalau kamu mementingkan keegoan kamu, itu terlalu sakit buat aku, apa kamu tahu? Aku hanya butuh sebuah pengertian tidak lebih dari itu. Lebih baik kita jalani hidup kita masing-masing.

Kakiku melangkah cepat meninggalkan Senja, kini dia bukan siapa-siapa ku lagi. Mataku sudah dirundung hujan deras, aku tidak sanggup menahan ini, tapi ini demi kebaikan kami bersama, terlebih kebaikanku juiga.

Hari yang aku dan teman-teman seangkatan ku tunggu telah tiba, ini penerimaan hasil kelulusan. Aku tersenyum bahagia saat semua siswa siswi dinyatakan lulus. Dikala mereka sibuk dengan kertas berisi pernyataan kelulusan itu, mataku tengah sibuk mencari wajah Senja, tepat arah jam 2 aku melihatnya tengah menatapku juga, aku melihat senyumnya, wajahku segera kualihkan, aku tahu ini mungkin pertemuan terkahir ku dengannya, tapi tetap saja aku selalu tersesat di hatinya. Untuk melupakannya saja tidak mungkin, ada setitik penyesalan aku meretakkan hati kami yang telah bersatu lebih dari 2 tahun. Tapi apa aku harus mengatakannya sekarang bahwa aku ingin kembali lagi? Aku takut sangat-sangat takut.

***

Kakiku melangkah cepat saat aku hendak meninggalkan ruang kuliah di sore itu, aku hendak menuju ke kost ku, ingin kuhempaskan tubuhku secepatnya, benar-benar letih hari ini.  Sudah 2 tahun aku disini, tapi baru kali ini aku merasakan keletihan yang berbeda. Sesampainya di tempat tujuan aku merebahkan tubuhku sepuasnya, refleks saja aku terbangun mengingat dulu sebelum ke Yogya aku pernah membawa kotak mungil berisi perhiasan murahan ku yang lucu, tapi nukan itu yang aku cari, aku teringat bahwasanya aku pernah meletakkan kartu memory ku di dalam kotak itu, aku ingin mendengar lagu saat masa putih abu-abuku ku dulu. Aku mencari kota itu, dan AHA!!! Ketemu!!! Segera aku memindahkan kartu kecil itu ke dalam handphone ku, aku mengotak atik isi didalamnya, aku memutar lagu saat aku masih bersama Senja, aku melihat kenangan abadi sebuah foto aku dengannya, saat aku ulang tahun. Begitu terasa indah, tanpa sadar air mataku membasahi layar handphone ku. Lagi-lagi bayangan ku tertuju padanya. Aku rindu ingin pulang ketempat asalku, terutam,a mengunjungi SMA tempat kenangan romantis selalu ada disana.

Liburan, ya saat nya aku pulang. Menaiki pesawat, menaiki mobil selama 2 jam ternyata cukup melelahkan juga. Aku pulang disambut hangat mama dan papa, disambut makanan yang masih hangat juga. Aku bercerita saat aku berinteraksi disana, bagaimana jadwal keseharianku, mereka mendengarkanku dengan penuh semangat. Apakah aku sudah benar-benar kembali ke rumah? Tempat dimana aku mendapatkan kehangatan yang nyata.

Pagi ini, aku bisa merasakan udara segar menyelimuti seluruh paru-paruku, di hari kedua ini aku merasa terindu untuk mengunjungi SMA ku, mumpung saat ini hari Minggu, aku berangkat pagi-pagi sekali. Setibanya disana, aku melihat segerombolan tim basket bermain dengan kelihaiannya, seperti yang Senja lakukan dulu setiap Minggu pagi, teringat aku ketika dia mengajariku teknik bermain basket, selalu kegagalan yang aku alami tiap aku melemparkan benda bundar itu ke ring, selalu kepalaku yang menjadi korban keganasan bola itu, sesekali kepalaku dihantam benda itu, tapi Senja selalu mengelus kepalaku dikala aku meringis dan senyum manisnya keluar dengan sumringah.

Tanpa terasa air mataku menetes, tapi bibir ku tetap tersenyum, kenangan di SMA ini membuat dadaku sesak. Aku melangkahkan kaki ke sebuah pohon dimana kami dulu pernah mendengarkan lagu romantis bersama, di kala itu aku berharap Senja datang mengunjungiku dan memanggil namaku dengan nada manja  sekali lagi. Tapi apa daya, harapan itu kosong. Hanya suara bising teriak para pemain basket itu. Aku menoleh sesekali ke arah mereka memastikan Senja terlibat di dalam permainan itu, ahh percuma saja, dia tidak akan kembali, dia sudah pergi meninggalkan hidupku.

Aku pulang tanpa seorang kawanpun, aku berjalan perlahan diantara kebimbangan, menyesal aku telah meninggalkannya, meyesal membiarkan diriku kehilangan malaikat penyejuk hatiku, menyesal aku membiarkannya mungkin mencoba menghapus bayanganku ini. Aku hanya mampu berharap pada Tuhan untuk menegarkan hatiku yang teriris perih ini.

Setibanya dirumah aku berfikir kembali untuk mengunjungi sekolahan ku seminggu lagi, aku berjanji akan menunggunya lagi walau dia tidak akan kembali sekalipun, ini pengorbanan ku untukmu cinta :')
Di rumah, hati ku berdoa setiap detik untuk bisa melihatnya kembali, walau dia sudah bersama yang lain aku tidak peduli yang aku inginkan adalah menghilangan perasaan yang menyengat batinku ini, cukup itu saja.

Sudah seminggu, ini waktunya aku mengunjungi sekolahan ku lagi, kondisi fisikku dalam keadaan tidak sehat tapi aku memaksaan keadaan untuk janjiku ini, aku kembali memandangi segerombolan tim basket itu yang masih bermain sampai sesore ini, kali ini riuh teriaknya lebih keras dari yang seminggu lalu, tapi aku anggap itu angin lalu. Tubuh ku terasa sangat lemas, mata ku segera meneliti tempat untuk aku beristirahat, aku mendapatkan tempat yang strategis, ya dimana lagi kalau bukan dibawah pohon penuh romansa itu. Aku berjalan pelan, mata ku kini penuh dengan kunang-kunang yang menari kesana kemari. Tubuh ku terhempas ke bawah, ditarik gravitasi, tapi aku merasakan sesuatu yang menahannya, aku merasakan jemari hangat seseorang mengengam erat lengaku, berharap itu Senja, tapi itu bukan dia melainkan salah satu anggota tim basket tadi. Mataku mulai terlelap, dikala itu aku merasakan rambutku diusap beberapa kali. Beraninya anak itu mengusap rambutku, apa dia tidak tahu bahwa aku seniornya? Aku segera mengelakkan tangannya dari kepalaku.`

"Hei kamu, sopan sedikit sama senior kamu". Ucapanku membentak.

"Maaf ya kakak cantik". Dengan nada manja.

Aku mengenal suara itu, aku segera membuka mata, dan ternyata aku memandangi senja yang sudah mulai berganti malam, ahh bukan itu tapi aku melihat Senja, ya Senja yang aku harapkan. Aku menatap dalam matanya, kini dia sudah duduk disampingku, setengah tidak percaya, aku sesekali menggosok mataku, dia tetap tersenyum.

"Hai". Ucapnya pelan.

Penampilannya tidak berubah sama sekali, hanya saja baju basket yang sepertinya masih baru yang digunakannya menggunakan nomor keberuntunganku 21 dan disana tertulis namaku MENTARI, aku hanya tersenyum tipis melihatnya, dan mulai tertawa lebar. Kami saling menanyakan kabar satu sama lain, ditengah percakapn, aku memarahinya. "Kenapa kamu hilang dariku? Apa kamu tidak mau aku tahu dimana kamu?" Ucapan ku terucap spontan, begitu juga dia.

"Kamu yang menghilang, setelah kita menerima hasil kelulusan, aku ingin mendatangi mu tapi kamu malah pergi, pergi selama ini padahal aku ingin mengucapkan bahawa aku sudah berubah dan masih ingin mencintaimu selamanya".

"Jadi, selama ini kamu sama seperti ku menunggu hadir seseorang untuk kembali, membiarkan hati kita diisi ketidakpastian cinta?".

"Benar, itu yang aku lakukan demi kamu yang mampu membuat ku berubah". Air mukanya tersenyum manis.

Langsung saja aku memeluk tubuhnya, aku menangis di pelukannya sepuas yang aku mau, aku memintanya untuk kembali ke hatiku, mengisi kepastian ini, dan dia menyanggupinya dia pun berjanji sudah berubah sejak dulu, keegoisannya memang terlihat tanggal dari dirinya. Kebahagiaan ku kembali untuk selama-lamanya.

Badanku masih lemas di pelukannya, dia merangkul taganku untuk kembali duduk, di saat itu dia kembali memanggil namaku dengan manja dan mengusap rambutku dengan kehangatan jemarinya.

Kini Senja sudah menjadi kawan hidup sang Mentari, menjadi penutup senja menjelang malam, dan sang malam pun kini menunggu bulan untuk menjadi kawan hidupnya di malam yang sunyi.

Bayanganku ada untukmu dan bayangan mu akan ada untukku, samapi akhir waktu aku bersama mu, SELAMANYA. AMINNN :)



Terimakasih untuk mu Tuhan, apa yang aku lantunkan di dalam hati ini engkau kabulkan juga.


               With Love






          Nurhayatii Zaiinal ♥