"Cinta bukanlah sesuatu yang gampang datang, tetapi cinta adalah dimana seseorang mampu bertahan memperjuangkan cinta"
Kalimat itu selalu terngiang-ngiang di telingaku ketika aku m,engingat perjuangan hatiku dimana aku sudah bertahan lama terhadap makhluk tuhan yang belum pasti akan menjadi garis takdirku.
Kakiku kini telah melewati garis batas sekolah, hari ini aku benar-benar dalam keadaan murung. Tidak ada perjumpaan anatar aku dan dirinya, aku melewati kelasnya beberapa kali tetapi dirinya tidak kunjung tampak. "Ahh gue galau lagi" Ucapku kesal.
Sesampainya di kamar, aku m,enghempaskan tubuhku di kasur empuk berwarna hijau muda. Sesekali mataku melirik ke sebuah benda yang kugenggan, aku menanti suara lucu dari benda itu.
"Ahh, tetap saja kamu tidak menghubungiku". Aku membanting guling ke dinding.
Tubuhku terasa digoyangkan, aku merasa seperti ada gempa.
"Reren, bangun makan malam dulu". Suara lembut itu berbisik pelan.
Mataku terbuka, cahaya lampu mulai bereaksi dengan pupilku.
"Hoamm, iya ma, bentar lagi aku keluar, aku mau ganti baju dulu, dari tadi aku tidur pake baju sekolah". Tawaku sambil menahan uap kantuk.
Mama menggangguk tanda meniyakanku, sepuluh menit kemudian aku sudah berada di meja makan. Kali ini aku makan dua porsi macam makanan. Satu makan nasi, dan yang satunya lagi makan hati. Sampai detik ini belum ada pesan singkat darinya. Menunggu itu adalah keresahan terbesar dalam hidupku.
Aku sudah berada kembali di dalam kamar, AHA!!! Aku menoleh ke handphone dan melihat ada pesan singgah ke hanphone ini. Aku berharap ini dari dia dan dia . . . Ini pesan dari ALVIN !!! Ya dario Alvin, ahh bahagianya hati ini.
Maaf ya ren, aku ngak sempat balas sms kamu tadi malam.
Ya, gpp kok Vin :)
Aku sudah bahagia saat ini, walau ada kekecewaan terselip karena pesan darinya baru singgah jam 08.00 malam. tapi biarkan saja. Cinta itu bukan untuk dimarahi, tetapi untuk dimaafkan
Oh ya, bagaimana kabar kamu disekolah tadi???
Tanpa malu-malu aku langsung mengungkapkan luapan isi hatiku, aku benar-benar rindu padanya.
Ohh aku benar-benar galau seharian solanyaaku ngak ngelkiat wajah kamu ahahaha... *Kiddink
Yaa lumayan menyenangkan juga.
Aku menulis pesan singkat ini untuk mengingatkannya secara halus bahwa aku rindu, berharap pria menghanyutkan itu merespon pesanku. Tapi apa jawabannya.
Hmm baguslah, kalau gitu, hehe...
Jawaban seperti itu memang membuatku makan atau nyesek bagi istilah anak labil zaman skarang. Tidak biasanya ia bersikap tidak tidak perhatian seperti ini, memang dia bukan kekasihku, tetapi aku tau dia menyayangi ku begitu juga sebaliknya. Jadi wajarkan kami saling perhatian???. Aku terus membalasi membalasi pesan darinya dengan rasa kecewa yang kian menggunung, tapi aku tetap bersyukur sampai detik ini dia tetap menghubungiku.
Kringgg . . . Kring . . .
Tanganku menyentuh jam weker berwarna putih, jemariku mencari tombol untuyk menhentikan suara nyaring itu dan jemariku berhasil menekan tombol "Off". Aku terbangun dikala oksigen murni masih sempat kuhela dengan kedamaian alami. Refleks saja kakikiu melangkah menuju kamar mandi, beberapa saat kemudian aku sudah berada dijalanan setapak tempat dimana aku akan menujuu sekolahku yang hanya berjarak 500 meter. Aku diiringi aura biru, dengan harapan aku melihatnya tersenyum menatapku dan memanggil namaku, itu harapanku hari ini.
Jam istirahat tengah berlangsung, aku bersama sahabatku Vira, hendak menuju ke kantin. Ketika itu aku melewati kelas Alvin. Tapi dikelas itu aku tidak melihatnya, aku merunduk layu, sementara sahabatku mengenggam erat tanganku, hampir saja membuatku berteriak.
"Aaa. . . apaan sih loe Vir". Tanyaku sambil mengusap tangan kiriku.
"Isshh, ne anak, tadi Alvin lewat disebelah loe, loe nya aja yang nunduk kayak kucing kesamber, eh tadi dia liatin loe tuh".
"Masak sih Vir, ya kalo dia ngeliatin gue bagus deh, tandanya dia tu masih perhatian sama gue". Ucapku sambil menyunggikan senyum.
Sesampai di kantin, kami membahas mengenai Alvin lagi, ahh lagi-lagi dia. Ternyata dia sudah lama menjadi racun dalam darahku disaat aku rindu dan sepi, otakku terfokus untuknya, bayangannya rupanya tegak, nyata dan diperbesar. Tidak ada pemikiran selain dirinya. Pembicaraan kami terhenti sejenak saat makanan yang kami cicipi habis dilahap. Aku dan Vira akan menuju kelkas, lagi-lagi aku sengaja melewati kelas pria manis itu. Dan Opps!!! Aku melihatnya sedang berdialog dengan salah seorang gadis yang berpenampilan anggun dengan cardigan berwarna peachnya. Ahh jujur saja aku merasakan hawa cemburu mulai membakar ubun-ubunku. Tapi memangnya dia siapa aku??? Bukan siapa-siapa. Lebih baik aku abaikan saja, aku harus berfikiran positif, bisa saja gadis yang anggun tadi hanya salah seorang teman Alvin yang ingin menanyakan sesuatu.
Aku sudah berada kembali di bangkuku, bayanganku tertuju lagi kepada Alvin, kini imajinasiku membayangkan bahwa nanti dia akan mengantarku sepulang sekolah nanti seperti yang pernah dia lakukan padaku sebanyak empat kali. Saat pulang nanti, aku ingin merasakan kembali atmosfer udara yang menyesakkan dadaku, tatapan mata yang ingin kulihat tapi aku takut dan ucapan dari mulutku yang terbata-bata, dan semua hal itu merupakan hal yang indah.
Bel pulang sekolah mempunyai tugas bernyanyi riang, aku sendirian mondar-mandir di depan kelasku menanti pesan singkat darinya yang mungkin saja berisi ajakannya untuk bertemu atau apalah, tetapi tidak ada, layar handphoneku hanya kosong, dan aku tersadar aku sudah berdiri disini selama 15 menit. Aku pasrah, aku memiulih untuk pulang sendirian, aku menuruni tangga secara perlahan.
"Hai Reren". Suara iotu sepertinya berasal dari arah belakang, aku membalikan tubuhku ke belakang. "Hai". Ucapku pelan.
"Udah mau pulang ya". Ia menyunggikan senyumnya untukku "Apa mau akuaaa...". Ucapannya terhenti.
"Ya aku udah mau pulang, kenapa".
"Ngak kenapa-kenapa kok, ya udah pulangnya".
"Iya". Aku melemparkan senyumu secuil, dalam hati aku tahu ia ingin mengantarkanku pulang, tapi sepertinya dia malu, gugup atau sejenisnya atau apalah.
Kami menurunu jejang bersama, terpisah diantara arah jalan pulang yang berbeda, yapp atmosfer udara yang menyesakkan kini kurasa walau hanya sesaat saja, bersama pangeran imajinasiku, suatu saat aku berharap dia bukan lagi seorang pangeran imajinasi tetapi pangeran yang nyataku. AMINN :)
"Vir, gue benar-benar jatuh cinta, gue udah terlanjur sayang sama Alvin". Sambil merebahkan tubuhku di atas kasur.
"Gue tau kok Ren, dari tatapan mata loe aja gue udah terka, gue yakin cinta loe tulus ke dia dari hati".
"Ahaha, tau aja loe, oh ya besok kan kita ada olahraga di lapangan, gue mau datang pagi-pagi terus gue mau luapin isi hati gue, gue pengen teriak biar gue lega".
"Serius loe mau lakuin itu Ren??? Gue ikut dong".
"Ceep ceep ceep, ya udah gue maumakan makan dulu ya, bye".
"Bye" Aku segera menekan tombol berwarna merah pada layar handphoneku pembicaraan kami selesaiu saat itu juga,
Kringgg . . . Kringgg . . .
Suara itu kembali terdengar di pagi buta, jemariku kembali melakukan tuganya untuk m,ematikan suara yang nyaring itu. Aku bangun lebih cepat, nanti aku dan teman-teman sekelas akan melaksanakn olahraga di sebuah lapangan yang berjarak 3 KM dari sekolahanku.
Pukul 06.30 pagi, aku d\sudah menginjakkan kaki dilapangan ini, satu jam sebelum acara ini dimulai. Aku melihat kesekeliling lapangan, tidak ada seorang pun disana kecuali para olahragawan yang tengah berlari kecil mengelilinggi lapangan itu, sesekali para olahragawan itu terdengar mengambil nafas dalam-dalam. Vira belum juga datang, tapi itu lebih baik aku bisa meluapakn isi hatiku sepenuh hati dan semauku.
Suaraku mulai beraksi.
"Woii Alvin . . . Gue sayang banget sama loe. . . Tolong jangan bikin gue patah hati, sumpah gue cinta berat sama loe, udah banyak pengeorbanan yang gue lkakuin ke loe, dan sebagian besar itu pengorbanan yang konyol. Tapi loe ngak pernah berkorban demi gue, mungkin loe cuma imajinasi bagi gue, tapi rasa gue nyata gue nyata buat loe Alvin". Suaraku menggema kesegala sudut, aku lega sudah melampiaskan perasaanku walau dengan cara yang lagi-lagi kusebut konyol. Ini sebuah pengorbanan demi sebuah imajinasi.
"Are you serious???" Suara lembut itu muncul.
Aku tidak tahu darimana asal suara itu, aku membalikkan arah tubuhku ke belakang.
"Joe" ucapke setengah terkejut "Ngapain kamu kesini, seharusnya kamu ke sekolah, jadwal olahraga kamu kan bukan sekarang".
"Ya tadi ada sahabat kamu, nyuruh aku kesini, katanya aku bakal dapat surprise gitu, makanya aku kesini buat hilkangin rasa penasaran. Dan ternyata surprisenya kamu mengungkapkan perasaan kamu ke aku ya".
"Ihh apaan sih??? Pasti ini ulah Vira, mana tu bocah???". Ucapku setengah menahan malu.
"Noh di luar, eots tapi jangan keluar dulu, emang tadi kamu jujur ungkapin perasaan kamu???". Tanyanya sambil menyunggingkan senyum lebarnya.
"Kalo iya emang kenapa" dengan nada menantang "Emang itu kenyataannya ya gimana lagi, aku tahu kamu punya perasaan yang sama kayak yang aku rasain, tapi kenapa kamu ngak berani ungkapin ke aku???" Hening sesaat "Apa kamu ingat dulu ketika kamu meminjam novelku, kamu datang terlambat, padahal aku sudah menunggumu selama satu jam, hanya dmi pertemuan kita yang hanya tiga menit". Aku menahan bendungan air mata.
"Ya aku ingat" nada bicaranya melemas "Memang aku juga mempuyai perasaan yang sama ke kamu, tapi aku takut untuk mengungkpakan".
"Kenapa, apa kamu sudah ada yang punya, yang sudah memiliki hat paten untuk kamu???".
"Bukan, bukan begitu, hanaya saja jika aku ungkpakan, aku takut suatu saat nanti aku tidak mampu membuatmu kembali tersenyum".
"Apa hanya itu yang kamu fikirkan, apa kamu tidak menyadari aku selalu disini menanti kamu disudut kegelapan, setiap kali ada kamu aku mempunyai semagat tinggi, setiap aku bercermin, bayangan tawamu selalu berada di balik cermin itu. Aku yakin ini cinta Vin".
"Maaf Ren, aku merasa begitu bodoh. Selama ini kamu mungkin berfikir bahwa aku menjauhimu, aku mulai membencimu, aku bosan, tapi itu bukan kenyataan yang sebenarnya. Baik, aku akan mengambil keputusan". Sambil merendahkan tubuhnya "Maukah kamu menjadi pendamping hatiku???". Ucap Alvin agak terbata-bata.
"Hmm apakah harus aku jawab saat ini juga???" Wajahku kembali tersenyum "Ya!!! Aku mau menjadi pendamping hatimu, bahkan untuk selamanya".
"Semoga kita selalu bersama, sekarang aku bukan pangeran imajinasi kamu lagi kan???".
"Tentu saja tidak, sekarang kamu adalah bagian dari kenyataanku". Mataku melirik ke arah jam tangan mungil ku "Ya am,pun, 15 menit lagi gerbang sekolah bakal tutup tuh, cepetan pergi sana".
"Oh ya, aku berangkat dulu ya sweetheart, its the best day ever".Pria manis itu melantunkan sebait lirik lagu.
"Yah malah nyanyi, ya udah hati-hati ya. Alvin, sebenarnya aku masih mau menatap mataku lebih lama, tapi waktu yang memisahkan kita sejenak".
Hari ini kami sudah menyandingkan hati kami satu sama lain, ternyata tuhan menakdirkan garis jalan hidupku seperti ini. Cinta itu memang sederhana, hanya ada aku dan kamu selebihnya hanya penonton.
Dari sudut kejauhan Vira datang. . .
"Vir, gue udah jadian sama Alvin, haha gue nya yang mau marah sama loe ngak jadi deh".
"Aseekk akhirnya tak tik gue tadi berhasil".
"Bisa aja loe Vir".
Kami tertawa bersama, saling berbagi rasa kebahagiaan, aku kini bukan berimajinasi lagi, tapi aku menghadapi kenyataan yang semanis lollypop. Ya skenario tuhan mamang sangat sulit ditebak, dan kini aku telah menjadi pemenang dan tetap selamanya pemenang :)
With Love
Nurhayatii Zaiinal ♥