Sabtu, 30 Juni 2012

Kau Ajari Aku Yang Terbaik

Kakiku baru saja menjejalkan langkahnya diluar kelas, inilah saatnya Aku untuk pulang.
Selangkah sebelum pergi, Aku melihat dari kejauhan seorang pemuda melihatku dan melemparkan senyum manisnya untukku. Aku hanya diam tertunduk, lalu membalas senyumannya.
Terlihat, Dia berjalan menuju arahku. Aku bereaksi panik harus pergi kemana, Aku merasa akan malu nanti jika seisi kelas tahu bahwa ada seseorang yang begitu diidolakan seisi sekolah datang mendekatiku.
Aku tidak bisa bergerak kini, Dia sudah ada tepat dihadapanku.
"Hai". Sapanya membuka percakapan.
"Ohh hai juga". Aku mengalihkan pandanganku dari wajahnya.
"Aku mau kembaliin novel Kamu nih".
"Iya, iya, mana?" Aku mengulurkan tanganku secepatnya.
"Nanti aja ya. Oh ya, rumah kita kan searah, bagaimana kalau Aku antarin kamu pulang, lagian hari ini teman Aku lagi sakit hari ini".
"Halahh bohong ni, biasanya kamu pulang sendirian kan? Bilang aja kamu mau ngomong sama Aku, apa yang kamu fikirkan udah tertebak duluan kok".
"Iya, iya, kok tahu sih?". Pipinya tampak memerah.
"Asal kamu tahu cewek bisa menebak apa yang difikirkan seorang cowok, tapi tidak dengan cowok, pemikiran cewek itu susah ditebak".
"Iya deh, kamu masih punya novel yang lain? Aku perlu yang bisa membuatku terhibur".
"Ada judulnya "LOL @ The Office", itu cerita yang lucu juga".
"Dua hari lagi Aku pinjam ya".

Sepanjang perjalanan menaiki motornya, Kami bercengkarama riang. Itu selalu terjadi berulang kali, Aku tahu alasan kenapa Ia meminjam bacaanku, lalu memintaku untuk pulang bersama, tentu saja untuk mendekatiku. Sebelum ia mendekatiku, sudah lama Aku menaruh hati padanya. Tepatnya, waktu itu tanpa sengaja Aku melihatnya bermain  futsal di lapangan sekolahan. Aku melihatnya bermain dengan lincah, yang membuatku terpana ketika Ia menunduk lalu mengibaskan rambutnya, tampak tampan dan membuatku tertawa kecil. Sejak saat itu Aku mulai sering memperhatikannya dari kejauhan. Pertemanan Kami dimulai saat aku memposting di blog tentang buku-buku novel yang menginspirasi hidup yang Aku miliki. Ia mengomentari postingan di blogku dengan kalimat "Sepertinya novel yang Kamu miliki terdengar menarik, bisa Kamu pinjamkan?" Aku hanya menjawab "Bisa, Kamu silahkan saja mendatangi kelasku". Bunga bertaburan dihatiku, seperti itu perasaanku kini.

Setelah Ia mendekatiku dengan caranya yang membuatku bahagia, akhirnya Ia mencoba untuk menyatatakan perasaanya padaku. Aku berbasa-basi padanya untuk memikirkan selama tiga hari jawaban yang akan kukembalikan padanya. Dengan sabarnya, Ia menunggu jawaban yang sebenarnya sudah mempunyai jawaban yang pasti yaitu mengatakan "Iya". Cinta itu penuh dengan rasa penasaran, dan teka-teki yang rumit.

Sudah hampir setahun Kami bersama, hari ini Kami berencana untuk makan bersama di suatu restaurant. Sebelum pergi, Aku menunggunya keluar dari suatu tempat. Setelah menunggu setengah jam, akhirnya wajah tampannya mulai tampak.
"Udah siap dari gerejanya?". Tanyaku membuka perbincangan.
"Udah, gimana kalau kita langsung pergi?". Ia mengambil sebuah helm untukku.
"Boleh, lagian aku juga lapar".
Dia memasangkan helm itu padaku, lalu mengapitnya. Dari hal kecil itu saja Aku sudah tahu bagaimana Ia bisa melindungiku dari berbagai masalah.

Ditengah makan, Dia mengatakan sesuatu yang membuatku tidak percaya dengan semua  ini.
"Wajah kamu cantik ya, apalagi rambutmu yang bertebaran rapi".
"Iya, makasih, tapi Aku bukan seperti itu. Aku hanya biasa saja".
"Aku suka rambutmu, tapi lebih baik kalau kamu tutupi".
"Rambut aku ganggu suasana makan Kita ya, waduh Aku lupa bawa topi lagi, maaf ya, Aku ikat aja ngak apa-apa kan?". Aku terlihat resah.
"Bukan itu maksudku, tapi alangkah bagusnya kamu memakai jilbab".
Makanan yang baru saja kukunyah terlempar kembali, Aku tersedak. Aku tidak percaya dengan kalimat yang Ia nyatakan tadi.
"Apa kamu bercanda, kamu tahu kan apa kepercayaanmu, kenapa sekarang kamu menyuruhku menutup aurat sesuai kepercayaanku?".
"Sudah banyak buku Tafsir Al-Qur'an yang kupelajari, didalamnya dimuat bahwa perempuan diwajibakan menutupi seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan, bukankah begitu?".
"Kepercayaanku memang Islam, tapi aku belum siap untuk berhijab". Aku menunduk.
"Berhijab itu bukan simbol Islam, tapi kewajaiban dalam kepercayaanmu".
"Aku renungkan, apa hari ini Kamu baik-baik saja, kenapa bisa kamu ucapkan kalimat itu?".
Dahinya berkerinyit "Entahlah, aku ragu dalam dua kepercayaan. Orang tuaku berbeda kepercayaan. Papa Katholik dan Mama Islam, sejak lahir aku mengikuti Papa menuju gereja, selalu dilakukan setiap Minggu. Baru awal SMA ini, aku merasakan kegundahan, yaitu ketika aku melihat Mama sholat disana aku merasakan ketenangangan batin, Mama terliat damai melakukannya, ketika wajah Mama dibasahi air wudhu, wajah Mama tampak cerah. Semenjak itu, aku sering membeli buku tafsir Al-Qur'an".
"Apa Papa atau Mama Kamu tahu kamu membeli buku itu dan saat ini kamu berada dalam kegundahan yang fatal?".
Dia hanya tersenyum dan mengangguk.
"Mengenai kepercayaanmu terserah kamu sendiri, untuk masalah menutup aurat, baik akan aku coba, tapi tidak dalam aktu dekat ini".
"Iya baik lah".

Aku tahu, Ia menginginkan diriku yang lebih baik. Tapi apakah pantas aku memakai hijab lalu aku bejalan dengan pria yang berbeda pandangan denganku. Ini belum bisa dilogiskan di negara ini.

Bangku SMA sudah hampir sseparuhnya kami lewati bersama, kini Kami berada di kelas XII SMA.

"Siang cantik". Pesan singkat darinya, dari sudut bangku kantin kuterima.
"Hai siang juga, nanti Kamu bisa tunggu aku di gerbang sekolahan, sepulang anak-anak cowok sholat jum'at?".
 "Bisa kok, eh ngapain Kamu sms an? Jarak kita hanya beberapa meter, datang aja ke mejaku". Aku menatapnya.
"Yahhh kalau Aku datang, ntar ganggu Kamu sama temana-teman ngegosip lagi :P".
"Hei Aku bosan tukang gosip ya, dasar nyebelin".
Pesan darinya kuakhiri, hari ini aku bersiap menunggunya sepulang para muslim mengakhiri sholat jum'atnya.

15 menit lagi, aku akan bertemu dia. Kerongkonganku terasa haus, aku segera mencari miuman di kantin belakang.
Setelah selesai membeli minuman, Aku kembali menuju gerbang sekolah. Sepertinya sholat jum'at sudah selesai, aku berfikir bahwa Dia sudah menungguku di depan gerbang. Aku berjalan sambil mengamati orang-orang mulai meninggalkan mesjid sekolahan.
Aku melihat dan melihat, sampai bola mataku terhenti pada seseorang. Wajahnya cerah setelah disirami air wudhu, mataku terpaku sampai dia mendekatiku.
"Hei, kanapa liatin Aku segitunya, apa ada yang aneh?". Ia melepaskan pecinya.
Mataku berhenti dari tatapan yang dalam "Ahh maaf, ini beneran Kamu? Ngapain Kamu disini?".
"Iya ini aku sayang, Aku nge-Shuffle tadi, ya sholat jum'at lah".
"Jadi kamu ......".
"Iya, Aku udah miilih dengan pasti keyakinanku. Nanti aja di resto kita lanjutin pembicaraannya ya. Ngak sopan juga kalau kita ngomong disini"
Aku mengangguk. Aku kembali melanjutkan pembicaraan tadi sambil menikmati beberapa menu santapan.
"Jadi beneran Kamu udah milih keyakinan Kamu udah mantap".
"Udah sayang, bawel nih". Sambil mengusap kepalaku.
"Iyalah, Aku masih belum percaya lagi, orang tua Kamu gimana?".
"Mereka udah setuju, Papa bilang semua itu terserah Aku, yang bakal jalanin hidup ya Aku".
"Mereka pengertian ya". Aku menyeruput teh hijauku.

Kami melanjutkan makan siang Kami.
Ada kesan bahagia tersendiri, saat mengetahui Dia mempunyai keyakinan yang sama denganku. Tidak ada rasa takut untuk menjalani masa depan nanti.

Bangku kuliah sudah kami duduki, dan ini sudah memasuki bulan Ramadhan.

kringgg kringggg handphone ku bernyanyi riang
"Hei, lagi ngapain?". Suara darinya terdengar.
"Aku lagi nonton TV". Balasku".
"Yahh malah nonton, sholat tarawih sana".
"Rencananya sih mau pergi, tapi hari hujan lebat ni". Aku masih menatap televisi.
"Males nih anak, kalau hujan itu dan ngak bisa pergi ke mesjid, mending kamu sholat di rumah aja sama Papa dan Mama, itu dibolehin kok".
"Memang bisa ya?Wah aku baru tahu nih, kalau bisa oke deh aku laksananin. Kamu tarawih juga kan?".
"Ya iyalah, masak ya iya donk." Suara twanya terdengar olehku. "Aku lagi keluar sebentar, mau nanya kabar kamu aja".
"Wahhh cowokku perhatian banget".
"Mesti dong, ya udah Aku sholat dulu ya, udah adzan lagi, Bye".
Ia menutup telfonnya, dan aku segera mengajak Papa dan Mma untuk shalat di rumah saja.
 
Betapa beruntungnya aku mempunyainya, mengajariku yang terbaik, membawaku ke jalan yang akan membawa kedamaian. Walau dahulu Ia berbeda tetapi sekarng sudah sama. Terimakasih Tuhan, telah membawanya untukku. Dia yang mengajariku yang terbaik.



          With Love




     Nurhayatii Zaiinal ♥

Minggu, 24 Juni 2012

Hamtaro, The Cat Story

 Sahabat itu tidak boleh disia-siakan sebab akan mengundang rasa perih bagi diri kita sendiri dan akan mengurai air mata - Nurhayatii Zaiinal-


Miaaww Miaaww . . .
Suara itu berulang kali terngiang di telingaku, semakin lama semakin terdengar keras suaranya.
Aku membuka mata, Aku melihat seekor kucing dengan wajah lucunya tengah menarik selimutku, Aku langsung mengambilnya dan memeluknya.
"Kamu pintar kali ya, Kamu itu seperti alarm berjalanku". Aku mengelus kepalanya.
Dia hanya mengeong manis. Dia adalah peliharaan kucingku yang pertama kalinya yang Aku miliki. Ia kuberi nama Hamtaro, sesuai dengan kartun kesukaanku, walaupun secara fisik dia bukanlah sesosok hamster tapi dia lucu bagai hamster.
Pertama kali Aku menjumpainya saat aku melalui jalan menuju rumahku, ketika itu Aku melihat seekor kucing kecil mengeong dengan nadanya yang khas, sepertinya Dia tidak mempunyai majikan. Lalu, Aku mencoba mendekatinya, Aku mengelus kepalanya, setelah selesai aku bernajak pergi, tapi dia mengikutiku, Aku risih, karena aku tidak diizinkan memelihara hewan peliharaan di rumah. Karena iba akhirnya Aku membawanya pulang, sampai dirumah aku memohon untuk memeliharanya Aku tidak mau Ia mati terlantar dengan sia-sia. Dengan sejuta kalimat manis akhirnya Aku diizinkan memelihara kucing lucu ini.

Kini, Ia telah tumbuh besar. Dengan kasih sayang yang penuh, badannya yang dulu kurus kerempeng sekarang menjadi gemuk, membuatku gemas karenanya.
Setiap hari sepulang sekolah, Aku selalu bermain dengannya lalu memberinya makan yang banyak dan seringkali aku mengajaknya bermain bola-bola kecil. Aku benar-benar menyukainya. Dan aku telah menemukan sesosok sahabat setia.

Sekian bulan berlalu, kini Hamtaro tengah mengandung. Aku melihatnya senang sekali karena sebentar lagi Aku akan mempunyai banyak kucing kecil yang lucu. Aku semakin rajin untuk memberinya makanan, terkadang Aku rela tidak meminum susu sarapan pagiku demi kuberikan untukknya.

"Yeee". Teriakku bahagia.
Akhirnya dengan sekian perjuangan si Pus akhirnya ia melahirkan 4 orang ekor anak. Aku langsung memeganginya satu persatu, tapi tangan Hamtaro malah mencoba menghalangiku untuk menyentuhnya, mungkin karena Ia takut kalau anaknya Aku ambil.

Setiap detik Aku selalu memperhatikan kelima kucingku, sampai pada saat Aku akan melaksanakan ujian kenaikan kelas. Di saat itu Aku jarang memberikan perhatian untuk mereka terutama sang induk, Aku hanya memberi makan pada saat pagi saja, malam jika ingat. Aku ingin meminta bantuan Mama, tapi Mama keukeh tidak mau, katanya alergi bulu hewan. Sedangkan Papa, pergi pagi, pulang malam, hanya Aku yang bisa diandalkan.
Semakin lama, tubuh Hamtaro mulai menyusut kurus. Aku menyadarinya disaat Ia mulai sakit. Setiap pagi Aku tidak dibangunkan lagi olehnya, ia hanya berjalan mendekatiku untuk meminta sarapan pagi, kedekatan kami mulai renggang. Kami tidak seperti sahabat lagi.
Hamtaro mulai sering keluar rumah mencari makan ke rumah tetanggaku, meninggalkan anak-anaknya yang masih berumur beberapa hari, tetapi sepertinya Ia tidak mendapat makanan.

Keprihatinanku mulai tumbuh, Aku takut jika si Pus mati karena kelaparan meninggalkan anak-anaknya, Aku tidak mau kehilangannya. Hari ini, aku berencana membeli makanan istimewa khusus kucing ras mewah yang belum pernah aku berikan padanya, Aku berjanji untuk tidak menelantarkannya lagi.
Baru saja Aku pulang ke rumah,  Aku tidak mendengar suaranya, Aku melihat ke dalam kardus tempat Ia tidur juga tidak ada, hanya anak-anaknya saja. Aku mencari ke kamarku, bahkan sekeliling rumah juga tidak ada. Akhirnya Aku bertanya kepada Mama.
"Ma, Hamtaro mana? Tadi Aku beliin dia makanan enak".
"Hmm tanya sama papa, dia di taman belakang". Mama bergumam.
Segera saja Aku pergi menuju tmaan kecil dibelakang rumahku, seketika itu Aku melihat Papa tengah menggali sebuah lobang, Aku penasaran dan mendekati Papa.
"Pa, lagi gali harta karun ya?". Ucapku usil.
"Ngak". Ucapnya singkat.
"Terrrusss?".
"Kucing Kamu".
"Napa Pa". Ak mendesak Papa berbicara.
"Tadi dia keluar mencari makan, kebetulan Papa hari ini dibolehkan pulang makanya pulang cepat, pas jalan pulang Papa nemuin kucing Kamu udah ngak bergerak lagi, badannya luka kayak kena tabrak, ya udah Papa bawa aja, ini lagi gali kuburannya".
"Mana Hamtaro Pa?".
Papa menunjuk ke arah bungkusan kain putih, yang isinya adalah tubuh Hamtaro. Aku membuka bungkusan itu, seketika itu, Aku melihat tubuhnya kaku, tidak ada raut ceria saat pertama bertemu saat kami menjadi sahabat.
Aku menangis melihat sahabat ku pergi selamanya, meninggalkan anak-anaknya yang masih membutuhkan kasih sayang ibunya. Aku menyesali perbuatanku yang mengacuhkannya selama ini.

Sejak saat itu Aku tidak pernah lengah untuk mengurus ke empat anaknya, selalu aku beri perhatian lebih. Aku takut kejadian yang sama terulang lagi.


      With LOVE


  Nurhayatii Zaiinal ♥

Sabtu, 02 Juni 2012

Perasaan Trauma

 Lawan terus arus takutmu, semakin erat kau menghadapinya, semakin terkikislah rasa takut itu. Dan kau akan timbul sebagai sosok yang berani -Nurhayatii Zaiinal-

Di pagi hari aku menjejalkan kakiku di lorong-lorong kelas. Aku bersiap-siap untuk menikmati hari ini dengan pelajaran yang akan kuserap. Baru saja aku meletakkan tas mungil ku, sahabatku datang dengan wajah murung. Segera aku menghampirinya.
"Napa loe din?".
Sahabatku tidak menjawab pertanyaanku malah menggelengkan kepala.
"Hallo Nadine, ada orang ngak disini?".
"Ya Mil". Jawab Nadine lesu.
"Napa loe pagi-pagi udah murung aja? Belom sarapan ya?".
"Udah kok".
"Nah terus apa? Hmm duit jajan loe dipotong nyokap ya?".
"Enggak juga". Kini Nadine menggelengkan kepalanya.
"Terus apa lagi? Cerita dong sama gue, gue kan sahabt loe. Sebagai sahabat loe kan bisa curhat ke gue".
"Ini masalah gue dengan Adit, Mil".
"Kalian bertengkar ya? Memang masalahnya ribet gitu ya?"
"Iya, semalam kami bertengkar, tapi ini masalah sepele. Tadi malam gue nyuruh dia buat tugas, tapi dia malah nolak, ya udah aku ceramahin aja. Toh, ini demi kebaikannya juga, eh gue malah dimarahin". Mata Nadine tampak berkaca-kaca.
"Oalah egois amat tu cowok. Untung gue belum ada pacaran jadi kagak ngerasain yang semacam galau gitu". Aku tertawa.
Nadine memukul pundakku. Tidak lama kemudian bel berbunyi tanda pelajaran akan dimulai.
Selama pelajaran berlangsung, sesekali aku menoleh ke arah Nadine yang posisinya sebangku denganku. Tampak air muka Nadine yang tidak menggambarkan kebahagaiaan. Aku seperti ikut merasakan kesedihan itu.
Saat jam istirahat berlangsung, aku bersama Nadine berdiri di depan kelas. Aku melihat Adit melewati kelas kami dan tidak mengacuhkan kami berdua.
"Rese banget sih tu cowok". Ucapku kesal.
 "Udah biarin aja, nanti dia bakal sendiri kok". Nadine mencoba menenangkanku.
"Din, loe jadi cewek jangan lemah gitu donk, jangan biarin cowok ngejajah hati kita".
"Ya Mil, gue tau juga kok".
Perlahan masalah yang dialami Nadine mulai menghilang dibenakku. Dan maslah itu telah terselesaikan.

Beberapa minggu kemudian, masalah yang sama terjadi pada salah satu teman sekelas. Aku mengetahuinya ketika pulang sekolah ia tampak menitikkan air mata di gerbang, aku menghampirinya.
"Tata, loe kenapa nangis gitu?".
Tata mengusap butiran air matanya "Ahh loe Mil, bikin kaget gue aja. Ya gue sedih karena gue disakitin".
Aku mendekatkan tubuhku "Disakitin sama siapa?"
"Sama pacar gue, dia ketahuan selingkuh".
"APA? Tega banget sih dia sama loe, padahal loe itu kan cantik, berada lagi".
"Cinta bukan dipandang dari segi fisik Mila".
"Maksud loe?"
"Sebenarnya, gue yang salah, akhir-akhir ini gue jarang kasih waktu buat dia, loe tau sendiri kan, gue sibuk dengan jadwal lomba gue".
"Iya juga sih, tapi kenapa harus dibalas kayak gitu?".
"Hanya hati yang bisa jawab".

Lain lagi ceritanya, saat salah satu teman cowokku menyatakan perasaan sakitnya terhadap pacarnya. Dia menceritakan bahwa pacarnya sering mengacuhkannya dan lebih sering terlihat bersama cowok lain. Membuatku sadis berfikir bahwa manusia ini tiodak dipandang cewek atau cowok pasti saling menyakiti.

Semakin banyak aku mendengar pernyataan sakit dari sekian banyak klien yang aku temui, membuatku semakin betah untuk mengunci rapat hatiku untuk hatiku sendiri, atau bisa dibilang lebih tepatnya aku "Trauma" untuk menghilangkan status lajangku ini.
Perasaan takut ini semakin bertambah saat aku mulai merasakan jatuh cinta untuk yang pertama kalinya. Setiap aku melihatnya, hatiku berdebar kencang, dunia seakan berhenti berotasi dan bulan berada di atas kepalaku. Indah namun menakutkan.
Sering aku menatapnya dari kejauhan, terkadang aku didapati Nadine dalam keadaan bak orang yang kesurupan setengah mati : loncat kegirangan disertai teriakan yang membuat Nadine terpaksa menahan malu.
Nadine mendukungku untuk bisa berdekatan dengan dengannya. Dan aku mengatrakan perasaan takut.
"Mila, kalau loe taku sama perasaan loe, gimana bisa loe maju? Loe hanya mengambil kesimpulan kecil yaitu orang-orang yang tersakiti. Banyak orang yang baik kok. Lagian kalau ada masalah itu cuma ujian buat kita, seberapa besar kita mampu bertahan". Ucap Nadine bijak.
Aku mengangguk lesu, menelan kembali ucapan sahabatku.

Beberapa hari kemudian, masih dalam perasaan yang sama saat jatuh cinta. Sekarang adalah waktunya pulang sekolah. Aku berjalan bersama sahabatku. Aku berjalan perlahan di lorong menunggu menunggunya keluar dari kelasnya dengan gayanya yang menurutku "Waaww".
Masih belum terlihat juga, padahal langkahku sudah seperti semut. Aku hanya menunduk lesu sementara Nadine diam seribu bahasa.
Tiba-tiba Nadine mendorong tubuhku ke arah kanan, aku kehilangan tekanan tubuhku dan aku disambut tangan hangat seseorang. Aku menoleh pelan dan ternyata yang aku tatap adalah dia, dia yang aku cari.
Mata kami terkunci selama beberapa detik, aku langsung berdiri merapikan bajuku. Dia hanya tersenyum.
"Maaf ya, tadi aku ngak sengaja disenggol teman aku"
"Iya ngak apa-apa, lain kali jalannya jangan lesu donk, kayak ngak semangat aja". Ucapnya tertawa manis.
"Ahh iya, iya". Aku tidak tahu kalimat apa yang harus kuucapkan.
Sambil menjulurkan tangan "Kenalin aku Firman".
"Aku Mila". Tangannya hangat.
Ahh sudah lama aku tahu namanya, tapi agar lebih terasa hangat biarkan saja dia mengenalkan dirinya.
Kembali aku berjalan berama Nadine, aku hanya tersenyum manis.
"Ciee yang bahagia nih, ucapan makasihnya mana?".
"Ihh apaan sih? Loe bikin malu aja".
"Halah mau bilang makasih ama gue kan? Tapi gengsi?".
"Ahh terserah deh, aku menutup wajahku".

Setibanya dirumah, aku mengingat kembali kejadian yang amat indah tadi. Sesekali rasa takut itu melintas dihadapanku. Membuatku kembali berfikir.

Sejak perkenalan itu, aku mulai sering berkomunikasi dengannya. Awalnya hanya sekedar sapaan, selanjutnya lewat media sosial dan elektronik. Baru aku ketahui bahwa kami memiliki hobi yang sama yaitu menulis. Aku bahagia mendengarnya. Dia mengajakku untuk membuat sebuah novel yang bertemakan cinta, ambil-ambil alih, aku menyelipkan kisah kami yang secara sengaja aku katakan bahwa itu cerita rekaan dan dia percaya. Kami membuat novel di rumahku, otomatis Firman sudah dikenal orang tuaku serta adik-adikku dan kmereka terlihat akrab. Kedekatan kami berdua yang disaksikan keluargaku, mendorong Mama untuk menyuruhky mencari pacar seperti dia atau jadi pacarnya. Aku hanya menjawab "Biarkan waktu yang menjawab Ma".

Novel ciptaan kami sudah selesai kami beri judul "Sayap Mentari", bercerita tentang sepasang musuh dari kecil, yang mana pihak cewek takut sama pihak cowok dan pada suatu ketika mereka yang sudah lama dipisahkan dipertemukan kembali. Tetapi si cewek masih takut, di sisi lain si cowok malah jatuh cinta. Dengan sekuat tenaga cowok itu membuat si cewek jatuh hati padanya.

Selesai kami dari percetakan, Firman mengajakku makan siang di salah satu restoran cepat saji. Di tengah makan, sebuah grup musik jazz mendatangi kami, mereka membawakan lagu "More Than Word". Aransemen musik mereka membuat ketenangan di otakku seakan otak kanan dan otak kiriku bersatu padu. Aku menikmati makan siangku, sesekali aku menatap wajahnya dengan malu. Dia hanya tertawa melihatku makan dengan mulut yang belepotan saus spaghetti.

"Mulut kamu belepotan tuh". Firman mengambil sapu tangan dan me-lap mulutku.
"Ah ngak usah biar aku sendiri". Aku mengambil kain biru itu dari tangannya.

Musik masih mengalun merdu, sampai hidangan kami habis semuanya.
Cowok tinggi itu mengeluarkan sesuatu dari sakunya, benda kecil hitam, terbalut kain beludru.
"Mila, sebelumnya aku minta maaf, aku hanya ingin mengungkapkan perasaan ku saja, sejak awal kita bertemu tepatnya kamu jatuh lalu aku yang nolong kamu sejak itu aku jatuh hati ke kamu".
"Tapi, tapi aku". Aku ragu menjawab.
"Aku tau, kamu takut disakitin kan? Aku juga begitu dulu, dulu aku menganggap para perempuan hanya mampu mempermainkan perasaan, harta pasangannya mereka bukan untuk mencintai.. Tapi aku sadar semua itu TIDAK BENAR, banyak perempuan yang baik dari itu semua. Semenjak bertemu kamu, aku sadar itu".
Ketakutanku kembali menggerogoti otakku.
"Apa kamu yakin tidak akan menyakiti perasaanku?". Aku meragu.
"Yakin, kita pernah sama-sama mengalami perasaan trauma akan pacaran tetapi kita belum mengalaminya. Untuk apa aku berjanji jika hanya untuk diingkari, aku ini seorang pria Mila, janji pria besar kemungkinan pasti akan ditepati".
"Jadi kamu belum pernah pacaran?". Aku tertawa kecil.
"Ya gitu deh, aku udah nyatain perasaan aku ke kamu, sekarang aku mau bilang, Apa kamu mau menjadi pendamping aku?". Firman membuka kotak hitam itu yang ternyata berisi dua gelang.
"Untuk selamanya? Sebelumnya aku mau bilang aku takut disakiti bukan karena aku takut dimarahin sama kamu, suatu saat nanti kamu akan marah padaku karna aku akan membuat kesalahan baik kecil maupun besar yang marah itu akan menjadikan kita lebih kuat, bukan karena saling menyakiti, semoga kita untuk selamanya".
"Semoga, mudah-mudah Tuhan dan waktu mendukung kita".
"Aminn".

Firman memasangkan gelangnya di lengan kiriku dan dia memasangkan sendiri gelangnya di lengan kanannya. Terkadang jika kita melihat sesuatu yang buruk secara berulang, maka perasaan takut akn timbul. Hanya ada satu cara melawannya yaitu hanya dengan cara mencoba menghadapi perasan takut tersebut :)


           With Love




      Nuirhayatii Zaiinal ♥