Sabtu, 02 Juni 2012

Perasaan Trauma

 Lawan terus arus takutmu, semakin erat kau menghadapinya, semakin terkikislah rasa takut itu. Dan kau akan timbul sebagai sosok yang berani -Nurhayatii Zaiinal-

Di pagi hari aku menjejalkan kakiku di lorong-lorong kelas. Aku bersiap-siap untuk menikmati hari ini dengan pelajaran yang akan kuserap. Baru saja aku meletakkan tas mungil ku, sahabatku datang dengan wajah murung. Segera aku menghampirinya.
"Napa loe din?".
Sahabatku tidak menjawab pertanyaanku malah menggelengkan kepala.
"Hallo Nadine, ada orang ngak disini?".
"Ya Mil". Jawab Nadine lesu.
"Napa loe pagi-pagi udah murung aja? Belom sarapan ya?".
"Udah kok".
"Nah terus apa? Hmm duit jajan loe dipotong nyokap ya?".
"Enggak juga". Kini Nadine menggelengkan kepalanya.
"Terus apa lagi? Cerita dong sama gue, gue kan sahabt loe. Sebagai sahabat loe kan bisa curhat ke gue".
"Ini masalah gue dengan Adit, Mil".
"Kalian bertengkar ya? Memang masalahnya ribet gitu ya?"
"Iya, semalam kami bertengkar, tapi ini masalah sepele. Tadi malam gue nyuruh dia buat tugas, tapi dia malah nolak, ya udah aku ceramahin aja. Toh, ini demi kebaikannya juga, eh gue malah dimarahin". Mata Nadine tampak berkaca-kaca.
"Oalah egois amat tu cowok. Untung gue belum ada pacaran jadi kagak ngerasain yang semacam galau gitu". Aku tertawa.
Nadine memukul pundakku. Tidak lama kemudian bel berbunyi tanda pelajaran akan dimulai.
Selama pelajaran berlangsung, sesekali aku menoleh ke arah Nadine yang posisinya sebangku denganku. Tampak air muka Nadine yang tidak menggambarkan kebahagaiaan. Aku seperti ikut merasakan kesedihan itu.
Saat jam istirahat berlangsung, aku bersama Nadine berdiri di depan kelas. Aku melihat Adit melewati kelas kami dan tidak mengacuhkan kami berdua.
"Rese banget sih tu cowok". Ucapku kesal.
 "Udah biarin aja, nanti dia bakal sendiri kok". Nadine mencoba menenangkanku.
"Din, loe jadi cewek jangan lemah gitu donk, jangan biarin cowok ngejajah hati kita".
"Ya Mil, gue tau juga kok".
Perlahan masalah yang dialami Nadine mulai menghilang dibenakku. Dan maslah itu telah terselesaikan.

Beberapa minggu kemudian, masalah yang sama terjadi pada salah satu teman sekelas. Aku mengetahuinya ketika pulang sekolah ia tampak menitikkan air mata di gerbang, aku menghampirinya.
"Tata, loe kenapa nangis gitu?".
Tata mengusap butiran air matanya "Ahh loe Mil, bikin kaget gue aja. Ya gue sedih karena gue disakitin".
Aku mendekatkan tubuhku "Disakitin sama siapa?"
"Sama pacar gue, dia ketahuan selingkuh".
"APA? Tega banget sih dia sama loe, padahal loe itu kan cantik, berada lagi".
"Cinta bukan dipandang dari segi fisik Mila".
"Maksud loe?"
"Sebenarnya, gue yang salah, akhir-akhir ini gue jarang kasih waktu buat dia, loe tau sendiri kan, gue sibuk dengan jadwal lomba gue".
"Iya juga sih, tapi kenapa harus dibalas kayak gitu?".
"Hanya hati yang bisa jawab".

Lain lagi ceritanya, saat salah satu teman cowokku menyatakan perasaan sakitnya terhadap pacarnya. Dia menceritakan bahwa pacarnya sering mengacuhkannya dan lebih sering terlihat bersama cowok lain. Membuatku sadis berfikir bahwa manusia ini tiodak dipandang cewek atau cowok pasti saling menyakiti.

Semakin banyak aku mendengar pernyataan sakit dari sekian banyak klien yang aku temui, membuatku semakin betah untuk mengunci rapat hatiku untuk hatiku sendiri, atau bisa dibilang lebih tepatnya aku "Trauma" untuk menghilangkan status lajangku ini.
Perasaan takut ini semakin bertambah saat aku mulai merasakan jatuh cinta untuk yang pertama kalinya. Setiap aku melihatnya, hatiku berdebar kencang, dunia seakan berhenti berotasi dan bulan berada di atas kepalaku. Indah namun menakutkan.
Sering aku menatapnya dari kejauhan, terkadang aku didapati Nadine dalam keadaan bak orang yang kesurupan setengah mati : loncat kegirangan disertai teriakan yang membuat Nadine terpaksa menahan malu.
Nadine mendukungku untuk bisa berdekatan dengan dengannya. Dan aku mengatrakan perasaan takut.
"Mila, kalau loe taku sama perasaan loe, gimana bisa loe maju? Loe hanya mengambil kesimpulan kecil yaitu orang-orang yang tersakiti. Banyak orang yang baik kok. Lagian kalau ada masalah itu cuma ujian buat kita, seberapa besar kita mampu bertahan". Ucap Nadine bijak.
Aku mengangguk lesu, menelan kembali ucapan sahabatku.

Beberapa hari kemudian, masih dalam perasaan yang sama saat jatuh cinta. Sekarang adalah waktunya pulang sekolah. Aku berjalan bersama sahabatku. Aku berjalan perlahan di lorong menunggu menunggunya keluar dari kelasnya dengan gayanya yang menurutku "Waaww".
Masih belum terlihat juga, padahal langkahku sudah seperti semut. Aku hanya menunduk lesu sementara Nadine diam seribu bahasa.
Tiba-tiba Nadine mendorong tubuhku ke arah kanan, aku kehilangan tekanan tubuhku dan aku disambut tangan hangat seseorang. Aku menoleh pelan dan ternyata yang aku tatap adalah dia, dia yang aku cari.
Mata kami terkunci selama beberapa detik, aku langsung berdiri merapikan bajuku. Dia hanya tersenyum.
"Maaf ya, tadi aku ngak sengaja disenggol teman aku"
"Iya ngak apa-apa, lain kali jalannya jangan lesu donk, kayak ngak semangat aja". Ucapnya tertawa manis.
"Ahh iya, iya". Aku tidak tahu kalimat apa yang harus kuucapkan.
Sambil menjulurkan tangan "Kenalin aku Firman".
"Aku Mila". Tangannya hangat.
Ahh sudah lama aku tahu namanya, tapi agar lebih terasa hangat biarkan saja dia mengenalkan dirinya.
Kembali aku berjalan berama Nadine, aku hanya tersenyum manis.
"Ciee yang bahagia nih, ucapan makasihnya mana?".
"Ihh apaan sih? Loe bikin malu aja".
"Halah mau bilang makasih ama gue kan? Tapi gengsi?".
"Ahh terserah deh, aku menutup wajahku".

Setibanya dirumah, aku mengingat kembali kejadian yang amat indah tadi. Sesekali rasa takut itu melintas dihadapanku. Membuatku kembali berfikir.

Sejak perkenalan itu, aku mulai sering berkomunikasi dengannya. Awalnya hanya sekedar sapaan, selanjutnya lewat media sosial dan elektronik. Baru aku ketahui bahwa kami memiliki hobi yang sama yaitu menulis. Aku bahagia mendengarnya. Dia mengajakku untuk membuat sebuah novel yang bertemakan cinta, ambil-ambil alih, aku menyelipkan kisah kami yang secara sengaja aku katakan bahwa itu cerita rekaan dan dia percaya. Kami membuat novel di rumahku, otomatis Firman sudah dikenal orang tuaku serta adik-adikku dan kmereka terlihat akrab. Kedekatan kami berdua yang disaksikan keluargaku, mendorong Mama untuk menyuruhky mencari pacar seperti dia atau jadi pacarnya. Aku hanya menjawab "Biarkan waktu yang menjawab Ma".

Novel ciptaan kami sudah selesai kami beri judul "Sayap Mentari", bercerita tentang sepasang musuh dari kecil, yang mana pihak cewek takut sama pihak cowok dan pada suatu ketika mereka yang sudah lama dipisahkan dipertemukan kembali. Tetapi si cewek masih takut, di sisi lain si cowok malah jatuh cinta. Dengan sekuat tenaga cowok itu membuat si cewek jatuh hati padanya.

Selesai kami dari percetakan, Firman mengajakku makan siang di salah satu restoran cepat saji. Di tengah makan, sebuah grup musik jazz mendatangi kami, mereka membawakan lagu "More Than Word". Aransemen musik mereka membuat ketenangan di otakku seakan otak kanan dan otak kiriku bersatu padu. Aku menikmati makan siangku, sesekali aku menatap wajahnya dengan malu. Dia hanya tertawa melihatku makan dengan mulut yang belepotan saus spaghetti.

"Mulut kamu belepotan tuh". Firman mengambil sapu tangan dan me-lap mulutku.
"Ah ngak usah biar aku sendiri". Aku mengambil kain biru itu dari tangannya.

Musik masih mengalun merdu, sampai hidangan kami habis semuanya.
Cowok tinggi itu mengeluarkan sesuatu dari sakunya, benda kecil hitam, terbalut kain beludru.
"Mila, sebelumnya aku minta maaf, aku hanya ingin mengungkapkan perasaan ku saja, sejak awal kita bertemu tepatnya kamu jatuh lalu aku yang nolong kamu sejak itu aku jatuh hati ke kamu".
"Tapi, tapi aku". Aku ragu menjawab.
"Aku tau, kamu takut disakitin kan? Aku juga begitu dulu, dulu aku menganggap para perempuan hanya mampu mempermainkan perasaan, harta pasangannya mereka bukan untuk mencintai.. Tapi aku sadar semua itu TIDAK BENAR, banyak perempuan yang baik dari itu semua. Semenjak bertemu kamu, aku sadar itu".
Ketakutanku kembali menggerogoti otakku.
"Apa kamu yakin tidak akan menyakiti perasaanku?". Aku meragu.
"Yakin, kita pernah sama-sama mengalami perasaan trauma akan pacaran tetapi kita belum mengalaminya. Untuk apa aku berjanji jika hanya untuk diingkari, aku ini seorang pria Mila, janji pria besar kemungkinan pasti akan ditepati".
"Jadi kamu belum pernah pacaran?". Aku tertawa kecil.
"Ya gitu deh, aku udah nyatain perasaan aku ke kamu, sekarang aku mau bilang, Apa kamu mau menjadi pendamping aku?". Firman membuka kotak hitam itu yang ternyata berisi dua gelang.
"Untuk selamanya? Sebelumnya aku mau bilang aku takut disakiti bukan karena aku takut dimarahin sama kamu, suatu saat nanti kamu akan marah padaku karna aku akan membuat kesalahan baik kecil maupun besar yang marah itu akan menjadikan kita lebih kuat, bukan karena saling menyakiti, semoga kita untuk selamanya".
"Semoga, mudah-mudah Tuhan dan waktu mendukung kita".
"Aminn".

Firman memasangkan gelangnya di lengan kiriku dan dia memasangkan sendiri gelangnya di lengan kanannya. Terkadang jika kita melihat sesuatu yang buruk secara berulang, maka perasaan takut akn timbul. Hanya ada satu cara melawannya yaitu hanya dengan cara mencoba menghadapi perasan takut tersebut :)


           With Love




      Nuirhayatii Zaiinal ♥

2 komentar:

  1. Bima The Creature Of Love2 Juni 2012 pukul 22.16

    Gelang ya..jdi ke ingat ssuatu..hehehe

    BalasHapus
  2. numpang lewat aja lah disini sambil ninggalin jejak :D

    BalasHapus