Sabtu, 13 April 2013

Ada Janji Dan Pelangi Di Rainbow Cake



Rintik-rintik hujan mulai membasahi bumi, air yang menyentuh tanah itu mulai mengeluarkan bau khasnya. Seorang gadis manis, mengintip melalui celah kaca yang tertempel di sampingnya. Jam pelajaran belum berakhir, masih terhitung beberapa puluh menit lagi. Sungguh membosankan untuk pelajaran yang membuat mata mulai mengantuk dan materi yang tidak dapat dicerna sama sekali. Gadis manis itu mulai menguap, dan tertidur lelap dalam dongeng nyanyian rintik-rintik hujan.
Tidak terhitung berapa lamanya, akhirnya suara nyaring bel pertanda jam pelajaran terkahir pun akhirnya terdengar juga. Beberapa murid terdengar bersorak-sorai kecil, ada yang menaikkan tangannya ke atas, ada yang berkata “Akhirnya Gue bisa terbebas juga”. Sementara gadis manis itu tetap terkunci dalam mimpinya. Beberapa teman disekelilingnya mencoba untuk membangunkannya, dan akhirnya gadis itu terbangun dengan malas.
Sorot mata gadis itu menatap ke arah depan, tepat di depannya ada seseorang yang melemparkan senyum hangat padanya. Ia menyapa gadis itu, dan mencoba membuatnya benar-benar terbangun.
“Hai, gimana kabarnya hari ini? Apakah masih ingin bermimpi?”.
Gadis itu masih mengusap matanya, “Hai”. Gadis berkulit sawo matang itu menampakkan wajah malasnya, ” Aku hanya tertidur untuk pelajaran yang Aku tidak mengerti. Daripada Aku mencoba membuang waktuku, lebih baik aku memanfaatkannya untuk tidur siang”. Sembari mengangkat kedua alisnya.
“Sofia, bagaimana kalau hari ini kita pergi makan di cafe? Aku yang traktir deh”.
Sofia, mengangguk sambil tersenyum.
Sofia mulai mengeluarkan payung dari dalam tasnya. Gio, nama seseorang yang berada tepat dihadapan Sofia tadi,mengambil payung yang digenggam gadis itu, melirik kearah Sofia untuk membiarkannya mamayungi seorang gadis, lebih baik daripada seorang gadis memayungi seorang pria, terlihat tidak nyaman dan menarik pandangan aneh dari pihak lainnya. Mereka berdua berjalan menyusuri tepian jalan. Sesekali mereka saling melirik dan tertawa mengeluarkan bahagianya masing-masing.
Kaki mereka akhirnya melangkah ke tempat tujuan, cafe yang begitu nyaman untuk dikunjungi para  pecinta ketenangan serta suasana romantis. Gio segera mengatup payung yang ia gunakan untuk melindungi kekasihnya. Segera mereka duduk di sudut sebelah kanan dari pintu utama. Tempat favorit Sofia bersama Gio.
“Aku pesan sup, rainbow cake mini dan coklat hangat, ya mbak”. Ucap gadis mermata tajam itu.
“Aku juga ya mbak”. Diiringi suara Gio.
“Selama yang Aku tahu, kita sering ke cafe  ini, dan untuk pertama kalinya kamu makan rainbow cake”. Terdengar suara tawa.
“Ya Aku hanya penasaran, kenapa Kamu suka kue pelangi itu?”.
“Yaaa, kamu tahu kan Aku suka pelangi yang mempunyai beragam warna, sama seperti Aku menginginkan hidup yang berwarna, ketika  Kamu berada di samping Aku, makanya Aku suka kue ini”. Sambil menunjuk pelangi yang ada muncul di langit setelah hujan.
Tak lama berselang, pesanan mereka pun datang. Mereka langsung melahapnya ntuk menghilangkan hawa dingin yang menyelimuti tubuh mereka masing-masing. Sementara diluar sana, air hujan masih menari-nari dalam melodi irama yang indah.
Sofia dan Gio, sepasang kekasih yang sudah menjalin hubungan berpacarannya sejak kelas 1 SMA, kini usia hubungan mereka sekitar 14 bulan. Pertemuan mereka berawal dari ketidaksengajaan  sebuah tatapan. Ketika Gio tidak sengaja melihat Sofia sadang berolahraga, dan ketidaksengajaan Sofia ketika menatap Gio tengah melemparkan bola ke dalam ring basket. Sejak itu Gio mendekati Sofia dan keberuntungan berpihak kepada Gio.
Hujan diluar sudah berhenti, sementara, makanan mereka pun sudah dihabiskan. Sofia masih ingin menatap pelangi yang ada diluar, Gio mengikuti gerakna mata Sofia, menatap pelangi yang indah itu.
Pelangi pun mulai memudar, digantikan cahaya mathari yang berwarna oranye.Mereka segera beranjak keluar dan saling berpamitan di jalur jalan yang berbeda. Si gadis itu melambaikan tangannya dengan riang dan Gio membalasnya.
“Sampai jumpa besok pelangiku”. Gio memanggil panggilan kesayangan Sofia dengan lembut.
Mereka pun saling menghilang.
***
                *3 Bulan Kemudian.
Sofia menunggu kedatangan Gio di tempat mereka biasanya bertemu dan saling bercerita satu sama lain. Sebelumnya, Gio sedang menghadiri rapat pertemuan para anggota basket, sehigga Sofia diminta untuk terlebih dahulu menuju ke Moshi Cafe.
Bayang-bayang Gio mulai muncul perlahan. Gio langsung mengusap kepala Sofia, dan mereka saling tertawa. Mereka memesan pesanan mereka masing-masing, tidak luput rainbow cake. Untuk ketiga kalinya Gio memesan kue warna-warni tersebut.
“Kamu kenapa Gio? Raut wajah Kamu seperti menyimpan sesuatu?”
“Aku mau menyampaikan sesuatu ke Kamu”. Nada Gio terdengar pelan.
“Sesuatu yang pentingkah?” Sofia mengerenyitkan dahinya.
“Benar, Aku harap Kamu tidak terkejut mendengarnya ya sayang”.
“Baik, Aku mendengarkan”.
Sofia mendengarkan Gio dengan teliti. Seusai bercerita, ada hujan dipelupuk mata Sofia dan mulai menuruni sungainya.
“Aku tidak tahu apakah Aku bisa menerima ini atau tidak, yang jelas ini terasa berat untukku”.
“Aku minta maaf Sofia, tapi ini perintah dari sekolah, dan ini memang benar kesempatan bagus untukku. Memang ini berat untukku, karna  Aku bakal ninggalin Kamu. Tapi Aku ingin mengejar cita-citaku ,Pelangi. Ini kesempatan langka buat Aku menerima beasiswa ini”. Gio menggenggam tangan Sofia.
“Aku takut  Kamu bakal menghilangkan Aku dari hati dan fikiran Kamu. Dan terlebihnya Aku takut kamu tidak akan ada disisiku lagi”. Air mata terus mengalir di pipi Sofia.
“Ngak bakal. Jangan pernah kamu berfikiran buruk seperti itu. Kamu akan terus di hati Aku. Aku  tidak akan bisa melupakan seseorang yang sudah lebih dari setahun mengisi hidup Aku”.
“Kalau Kamu mau itu, Aku ikhlas kok. Yang penting selama dua minggu ini Aku ingin menghabiskan waktu dengan riang bersama kamu, sebelum Aku meneteskan air mata. Aku harap kamu disana baik-baik aja”. Sofia mulai terisak-isak.
“Coba Kamu lihat pelangi yang mulai muncul disana” Menunjuk pelangi yang ada diatas atap transparan cafe itu, “Kalau kamu mau lihat Aku, coba Kamu pandangi pelangi itu. Disana pasti ada Aku. Dan Aku akan kembali dihadapan Kamu tepat di hari jadi kita yang ke tiga tahun di sini, di tempat ini, dimana pelangi mulai memunculkan wajahnya di musim hujannya yang pertama di setiap tahun, atau kamu akan melihatku di pelangi kedua”. Air mata Gio mulai muncul.
“Pelangi kedua?”. Sofia tidak mengerti.
Gio berpura-pura tidak mendengar pertanyaan Sofia.
Sofia terus melahap rainbow cakenya, berharap waktu tak akan pernah bergerak sedetik pun. Tapi itu hanya imajinasi dalam dunia dongeng, kecuali jika Kamu mau mencabut semua baterai jammu sendiri dan semua jam di dunia ini.
Sofia melepas kepergian Gio dengan penuh airmata. Gio memeluk lama gadis itu untuk pertama kalinya, atau mungkin terakhir kalinya difikiran Sofia.
***
*Setelah kelulusan SMA

Sofia menanti hari-hari dimana beberapa hari lagi ia akan meyambut kedatangan Gio. Ia membayangkan perubahan apa yang akan terjadi pada dirinya selama berada di Inggris. Sampai hari kemarin pun mereka masih saling komunikasi dan saling ungkap cinta. Sofia telah menyiapkan kado untuk hari jadi mereka.
 Ini tepat hari jadi mereka yang ke tiga tahunnya. Sofia telah menunggu bayangan kekasihnya untuk datang secara nyata dan menunggu pelangi yang muncul setelah hujan. Sofia menunggu Gio sedari pagi hari, tetapi Gio tak kunjung datang. Pelangi sudah menampakkan dirinya dan sudah menghilangkan dirinya.
Fikiran aneh pun mulai berkecamuk di dalam otak Sofia, terlintas bayangan bahwa Gio sebenarnya sudah melupakannya dan hanya berkomunikasi  leawt ponsel dan media sosial hanya untuk menyenangkan hati Sofia agar ia percaya bahwa Gio masih mencintainya.
Berbagai macam fikiran negatif mulai muncul seperti Gio sudah mempunyai kekasih baru atau Gio sudah menjadi ‘cowok nakal’ disana. Sofia mencurahkan keraguannya lewat buku diary berwarna pink, pemberian Gio ketika hari jadi mereka yang ke tujuh bulan.
Terhitung sepuluh rainbow cake mini sudah dilahap Sofia menjelang jam 6 sore. Tidak ada tanda kehadiran Gio. Akan tetapi, Sofia tidak gentar, ia berniat menunggu pujaan hatinya sampai cafe itu tidak menerima tamu lagi. Beberapa menit kemudian mata Sofia mulai terasa berat dan ia mulai tertidur.
Sepertinya, Sofia telah terlelap berjam-jam. Sampai akhirnya seseorang membangunkan Sofia.
“Mbak, Cafenya udah mau tutup. Apa kami bisa mengangkat piring-piringnya mbak?”. Suara seorang pelayan cafe membangunkan Sofia dengan nada lembut, sampai akhirnya tubuh Sofia diguncang-guncangan karena gadis itu tidak terbangun dari mimpinya juga.
Sofia membuka mata sambil bersuara “Iya, mas Saya mau pergi lagi”.
Kini pandangan Sofia sudah mulai jelas.
“Sampul diary yang bagus, tapi kenapa isinya tentang fikiran negatif?”. Sesorang itu duduk dihadapannya.
“Gio”. Suara Sofia terdengar lirih, “Kamu bohong Gio, katanya Kamu akan datang disaat ada pelangi, tetapi sekarang matahari sudah tenggelam”. Gadis manis itu memukul lengan kekasihnya.
“Aku ngak pernah bohong Sofia, Aku pernah bilang kita akan bertemu disaat pelangi muncul di langit atau pelangi kedua ini”. Gio meletakkan buku diary Sofia di atas meja dan mengeluarkan sebuah rainbow cake ukuran besar.
Sofia tersenyum manis sembari mengeluarkan air mata “Gio, akhirnya kamu menepati janji kamu”.

               

                With Love





           Nurhayatii Zaiinal 

Selasa, 08 Januari 2013

Mawar Merah

Tanganku genggam sekuntum mawar
Indah elok parasnya
Membuatku jatuh hati padanya
Hinggaku berjannji untuk merawatnya sampai dewasa

Kian lama waktu berjalan
Mawar itu terus dewasa
Hingga ku patut mengaguminya

Tapi, kekaguman itu tak dapat apapun
Tak dapatkan balasan
Ya, kini Aku kecewa
Hatiku remuk karenanya

Aku berjuang merawatnya dengan cinta
Dengan harapan besar dan sayang yang tulus
Tapi, mawarku kini kelopaknya mulai gugur
Pertanda akan jawaban
Bahwa ia tak mencintaiku


Selasa, 01 Januari 2013

Tahun Baru Dengan BayanganMu

Aku berdiri di depan bayanganku sendiri, berharap agar besok tanggal 21 Desember, Aku masih bisa menimati dunia dan hari selanjutnya Aku bisa melewati pergantian tahun tanpa takut diikuti isu akan "Hari Kiamat". Memang kepercayaan yang bodoh apabila Aku mempercayai hal itu, itu sama saja aku telah meninggalkan Tuhan, dan beralih kepada kekuatan manusia yang diciptakan dari genggaman Tuhan.
Aku sengaja membuat alarmKu berteriak, tepat pukul 23.55. Ini hanya untuk memastikan bahwa masih ada yang namanya tanggal 22 Desember 2012. Dan coba tebak, tidak ada terjadi apa-apa sama sekali. Tidak ada gempa, tsunami, sapi yang terbang apalagi kiamat. "Arrgghh Andien, lagi-lagi loe parnoan kan", Aku berbicara di depan bayanganKu yang terletak dalam kegelapan.

Oke, mungkin parnoan tentang kiamat itu sudah berakhir. Tapi dalam hatiKu, masih ada ketakutan yang terselip. Tahun baru, ya tentang tahun baru. Biasanya sih, anak muda seumuranku merayakan tahun baru bersama keluarganya, sahabat atau pacarnya. Nah, kebetulan saat ini Aku lagi nge-kost dan para sahabatku memilih untuk pergi bersama keluarganya, otomatis Aku tidak ditemani oleh keluarga dan sahabat. Beruntung saja, beberapa bulan lalu, Aku sudah memiliki pacar untuk pertama kalinya. Dia bernama Mario, teman sekelas sekaligus teman satu les. Jadi, Kebiasaanku di setiap tahun baru tidak terlalu sepi, yaitu melihat kembang api di alun-alun kota.

Pertemuan kami berawal dari teman sekelas yang benar-benar Aku benci dan seringkali Aku menjahilinya. Dia salah satu anggota tim basket sekolah, dan pernah sekali, waktu sebelum ia bermain basket, Aku meletakkan sisa permen karet di bolanya. Alhasil, kebencian kami meleda-ledak dan akhirnya tak pernah Aku menerka ternyata rasa benci itu berubah menjadi cinta diantara kami, dan tumbuh seiring waktu.

"Tahun baruan Kamu kemana?". Aku membuka pembicaraan kami di sudut kantin.
"Rencananya sih, tiga hari lagi aku mau pergi ke Bandung. Soalnya keesokannya adik aku ulang tahun. Kalo Kamu kemana?".
"Pengennya sih ke tempat Mama sama Papa. Yahh berhubung macet ngak jadi deh". Aku mencoba menyembunyikan kesedihanku.
"Sendirian aja di kost-an donk".
"Ngak, Aku sama kuntilanak, ya iyalah sendirian, masak berlima". Aku agak kesal.
"Ihh, gitu aja ngambek". Mengusap rambutKu.
"Aku ngak ngambek kok. Ya udah Aku sendirian juga ngak apa-apa". Wajahku menunduk lesu "Aku ke kelas duluan ya".
"Ngak bareng Ndien?".

Aku menghiraukan perkataan Mario dan langsung menuju ke kelas. Tiga hari lagi, dia akan pergi ke Bandung dan langsung merayakan pergantian tahun baru disana tanpa kehadiran dan tanpa mengiraukan Aku bersama siapa nantinya.
Memang Aku egois, benar-benar egois. Kenapa tidak? Ini untuk pertama kalinya Aku merayakan tahun baru bersama pacar pertamaKu. Aku merasa benar-benar kecewa.

Di kamar kost, Aku hanya bisa merenung, memikirkan betapa teganya Mario. Sesekali Mario mencoba menghubungiku dan Aku menghiraukannya. Hingga akhirnya malam itu, mataKu mulai terlelap

Dua hari kemudian di hari Minggu, karna rasa rindu yang menyengat, Aku mencoba untuk melihat Mario di lapangan basket sekolahan. Kebetulan saat ini, ia tengah latihan basket bersama anggota basket yang lainnya. Aku melihatnya, dan hanya bisa melihat dari kejauhan. Aku merasa takut untuk mendekatinya dan menganggunya. Di kejauhan, Aku terus melihatnya sampai ia selesai latihan. Setelah itu, Aku langsung menuju rumah, itu saja sudah membuiat rinduKu terkikis.

Di perjalanan pulang, hujan mulai mengguyur tubuhku. Aku segera berlari, semakin Aku berlari, hujan itu malah semakin deras.
Setelah sampai di rumah, Aku mulai merasa tubuhKu kedinginan. Aku mencoba berbaring di kasur yang hangatr, tetapi tetap saja tubuhku merasa kedinginan. Aku merasa seperti terserang demam dan mataKu mulai tertidur.

Keesokannya, Aku terbangun di bawah teriknya matahari. Aku melirik jam dinding dan disana menunjukkan pukul 2 siang.
"Ya ampun, udah jam dua. Pasti Mario udah ke Bandung. Mungkin ini salah satu tahun baru terburukKu, disaat pergantian tahun, Aku malah terbaring lemah dan ngak bisa keluar". 

Perutku berdansa, dan Aku hanya terdiam. Memejamkan mata dan kembali ke alam mimpi., membayangkan bayangan Mario bersamaKu saat malam pergantian tahun.
Aku terbangun lagi di saat hampir tengah malam. Dari luar, Aku hanya bisa mendengar suara letusan kembang api, sesekali Aku menitikkan air mata.

Suara letusan kembang api itu semakin deras saja. Aku memaksakan diriku untuk bangkit dan melihat kembang api itu dari pintu. Saat aku membukanya, ternyata ada beberapa orang yang Aku kenali. Salah satunya Mario.

Mario segera memelukku  dan langsung meraba dahiku.
"Kamu demam ya?". Nada Mario terlihat cemas.
"Sedikit".
"Pasti gara-gara Aku. Kemarin, salah satu teman Aku liat Kamu duduk di pinggir lapangan bola. Abis itu katanya kamu pergi, dan tak berapa lama hujan turun. Pasti karna itu kan?".
Aku menggangguk "Kenapa ngak jadi ke Bandung?".
"Aku cuma bohong, Aku ingin memberi kamu kejutan, tapi malah gini jadinya. Maafin aku ya".
"Iya". Nadaku masih melemas.
"Oh ya, Ini adikku yang beberapa detik lagi ulang tahun. Sudah lama ia berencana ingin merayakan ulang tahunnya di tempat kamu". Sambul menunjuk seseorang.
"Iya, Aku sudah tahu dia. Waktu Aku ke rumah Kamu, dia langsung memperkenalkan dirinya dan semenjak itu ia akrab denganKu. Ia adik yang manis ya".
"Ahh kakak ipar bisa aja". Adik Mario mencoba menggoda kami.

Ternyata Mario oeduli terhadapku. Aku yang salah paham dengannya. Teerimakasih untuk tahun baru ini. Ini adalah tahun baru terspesialku :)

Sabtu, 10 November 2012

Bunga Mawar Untukmu dan Secangkir Teh Manis Kita


“Kamu jahat, kenapa belakangan ini Kamu mencoba menghindar dari Aku Dan”. Ucap Farah Lantang.
“Farah, apa Kamu ngak ngerti kalau Aku melakukan ini semua karena Aku sayang sama Kamu? Aku menghindar untuk menenangkan diri, Aku belum bisa menerima diri Kamu yang masih egois, dan Aku sedang mencari solusinya”.
“Egois?”. Farah bertanya heran.
“Iya, semenjak kita naik kelas, Kamu lebih terlihat sibuk. Tidak satupun waktu untukKu, jika ada itupun hanya berlalu beberapa menit”.
“Aku sibuk karena Aku mengikuti kegitan eksul, Aku ditugaskan berbagai hal Dani, apa Kamu ngak bisa ngertiin Aku?”
“Ngertiin?”. Sebelah alis dani terangkat “Kamu yang ngertiin Aku mestinya, Aku sudah cukup menahan diri untuk terus menunggu Kamu meluangkan waktu bersama Aku”.
“Tapi Aku sibuk”. Farah tetap bersikeras.
“Coba Kamu bayangkan, jika Aku berada dirumah sakit danhampir tidak bernyawa lagi, mana yang Kamu pilih kegiatan Kamu atau Aku?”.
Farah hanya diam termangu. Fikirannya sedang terlayang pada pertanyaan Dani. Dalam hatinya pasti ia akan memilih Dani, tapi saat ini Dani kan, masih sehat tidak sekarat.
“Ahh sudahlah Dani”. Gadis manis itu langsung berlalu dari hadapan Dani.
Sementara, Dani hanya berdiri di posisi awal dia berdiri. Ia tidak pernah menyangka bahwa gadis yang ia cintai selama ini berubah total. Dari dulu yang selalu memperhatikannya dengan sejuta kebahagiaan kini menjadi sejuta kebisaun. Dani hanya bisa bersabar dan mencari solusi bagaimana gadis yang ia cintai bisa kembali seperti dulu lagi.

Paginya di sekolah, Dani datang bersamaan dengan Farah. Dani melontarkan senyum kepada Farah, tetapi Farah tidak menggubrisnya.
“Farah, liat deh Aku bawa apa”. Ucap Dani semangat.
“Apa?”. Cuek Farah.
Dani mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya dan menyerahkannya kepada Farah.
Sambil menghirup benda itu “Mawar merah yang wangi ya, makasih Dan”. Wajah Farah kini merekah menyerupai mawar itu.
“Sama-sama Farah”.
“Maafin Aku kemarin ya, marah-marah sama Kamu. Aku lagi panik saat itu. Tapi kita kan masih bisa bertemu di kelas kan, membahas apa yang ingin kita bahas, tertawa bersama”. Farah tersenyum lebar “Untuk beberapa minggu ini, Aku mohon dulu ya pengertiannya”.
“Iya ngak apa-apa kok, oh ya mawar yang udah Kamu kasih ke Aku ada sebanyak 6 mawar, sedangkan Aku udah 7, haha Kamu kalah satu poin dari Aku”. Dani tertawa lebar.
“Iih beda satu poin doang kok, tapi besok ini liat aja poin kita bakal impas dan selanjutnya Aku bakal menang”.
“Oke deh tuan putri, tapi mawarnya itu bau parfumnya masih ke bau sampe sekarang tuh. Parfumnya parfum Kamu ya yang semprotinnya”.
Farah tersenyum, “Kok tahu?”.
“Tahu lah, mana ada mawar bau permen karet gitu, ya Aku pasti tebaklah kalau itu bau parfum Kamu. Lagian juga Kamu bau parfum itu kan”.
“Waduh, ketahuan nih. Tapi baunya kan khas. Suka kan?”.
“Apapun hal yang Kamu berikan Aku asti menyukainya kok”.
“Dasar gombal”. Farah tersipu malu.
“Itu serius”. Mereka tertawa bersama.
“Masih ingat saat kita sering meminum teh hangat di tengah hujan dikantin sepulang sekolah?”.
“Masih kok”.
“Aku merindukan hal itu, Farah”.
“Aku juga begitu Dan. Baik, Aku akan berjanji 4 minggu lagi kita akan meminum teh hangat dikantin, entah itu hujan atau tidaknya kita pasti akan meminum teh itu dan Aku bakal kasih Kamu mawar merah”.
“Aku ucapin makasih ya, 4 minggu lagi Aku bakal kasih Kamu sesuatu yang indah”.
Wajah Farah terlihat penasaran dengan sesuatu yang diberikannya.
Beberapa minggu sudah berlalu, sepasang kekasih ini merindukan suasana saat mereka bertatap mata di kantin sepulang sekolah. Farah inign segera menyelesaikan tugas eksulnya, sementara Dani hanya sibuk melirik waktu dan berdoa agar waktu cepat berlalu.
Hari ini adalah hari dimana 4 minggu tersebut dijanjikan. Sepulang sekolah mereka berjanji untuk bertemu dikantin. Tetapi . . .
“Farah, Aku belum sesuatu yang mau Aku kasihin ke Kamu ketinggalan dirumah, maaf ya. Kamu mau nunggu bentar ngak, Aku mau jemput itu dulu”.
“Tapi cepet ya, Aku kangen Kamu, mawar merah dan teh manis kita”.
“Aku janji kok. Kamu harus ingat ya, kalau Aku selalu sayang sama Kamu, selalu cinta, Aku akan menjagain Kamu semampu Aku masih bernyawa. Aku ngak mau kehilangan Kamu, Kamu itu belahan jiwAku. Janji ya buat terus mencintai Aku sampai kapanpun?”.
“Pertanyaan Kamu kok gitu? Aku bakal tetap cinta sama Kamu sampai Aku udah ngak bernyawa lagi Dan. Aku cinta sama Kamu selamanya”. Farah menggengam erat tangan Dani.
“Farah, Aku mau Kamu mengalahin mawar merah Aku hari ini juga, Aku mau jumlah mawar itu lebih dari 10”.
“Lebih dari 10? Haha itu mah kecil”. Farah memikirkan sepuket mawar yang ada ditasnya.
“Aku pergi dulu ya”. Sambil mengusap kepala Farah.
Sesaat Farah terheran-heran dengan Dani. Kini ia membayangkan bunga mawar yang ada ditasnya yang berjumlah 21 sesuai dengan tangga hari ini yang sudah ia siapkan jauh-jauh hari.
Lama Farah menunggu, Dani tak Kunjung datang. Ia mulai gelisah dan tak sabar. “Mungkin Dani mempersiapkan kejutan untukKu, makanya ia tadi bersikap lebih romantis dari biasanya”. Icap Farah dalam hati. Tetapi lama ditunggu tak Kunjung datang. Akhirnnya farah memanggil Dani melelaui ponsel genggamnya.
Maaf panggilan yang anda tuju sedang sibuk cobalah bebrapa saat lagi.
                Nada itu terus berulang puluhan kali, sampai sebuah pesan mengunjungi ponsel Farah.
Lulu:
Far, loe buruan ke Rumah Sakit Husada sekarang. Ada hal yang penting. Cepetan PENTING!! Gue tahu loe ada janji, tapi mohon dibatalin.
Dengan segera Farah mengunjungi Rumah Sakit, dan membatalkan janjinya bersama Dani secara terpaksa.
Di Rumah Sakit, Llu tengah menunggu cemas.
“Ada apa lu? Penitng amat?”. Farah terheran.
“Emang penting Far, Dani kecelakaan dan sekarang dia koma”.
Farah mengintinp ke salah satu ruangan.
“Gue harus melihat dia Lu, loe iKut gue”. Mereka berdua segera masuk ke ruangan tempat Dani dirawat.
***
“Faraahh”. Ucap Dani mulai tersadar.
“Dani, kenapa Kamu bisa sampe gini?”.
“Aku saking senangnya mau dapat mawar merah dari Kamu makanya Aku ngebut di jalanan biar cepet sampe”. Ucap dani terpatah-patah.
“Kamu bodoh”. Air mata Farah membendung.
“Farah, Aku mau Kamu kasih Aku bunga mawar itu di tempat dimana Aku bisa menemukan kedamaian ya, tempat dimana Kamu bisa selalu mengingat Aku setiap detik”.
“Maksud Kamu?”. Farah makin terheran.
“Kamu pasti bakal tahu kok”.
“Oke deh, Dani Kamu istirahat dulu ya, Aku mau cari udara segar sebentar”.
Dani hanya mengejapkan matanya dan mengucapkan kalimat yang sama sebelum cowok berlesung pipit pergi menuju rumah dan mengalami kecelakaan.
Setelah kembali, hujan di mata Farah menetes deras. Tak percaya dengan hal yang ia alami. Ia terus menangis.
“Dani, Kamu udah menemuin ketenangan ya?”. Farah terbata-bata.

“Dani, Aku minta maaf sekali lagi ya. Aku tahu Aku ini egois Aku ngak bisa membagi waktu buat Kamu beberapa minggu terakhir. Sekarang Kamu udah bisa menemuin solusi bagaimana biar Aku ngak egois lagi, tapi bukan cara ini yang Aku minta Dan. Dani, saat ini Aku mau kasih Kamu bunga mawar merah yang Kamu inginin jumlahnya ada 21, sesuai denga tanggal hari ini. Akhirnya Aku bisa ngalahin Kamu ya”. Farah terisak-isak “Aku berharap Kamu juga bisa mengalahin pemberian mawar merah Aku ke Kamu, tapi apakah bisa itu? Soal teh manis kita, maaf acara kita dibatalkan karena kejadian ini. Teh manis itu mengingatkan kitaakan kenangan manis kita selama 3 tahun, yang diisi kemanisan saat tertawa bahagi maupu  kebahagiaan saat kita berada dalam masalah. Dani, maaf sekali lagi ya, Aku Cuma mau ucapin kalau Aku akan sayang dan cinta sama Kamu sampai Aku udah ngak bernyawa lagi”
Farah makin terisak, “Sampai Aku udah ngak bernyawa lagi, Aku akan menjaga Kamu dengan sekuat tenangaku ya” Farah makin menangis deras diatas pemakaman Dani yang ditaburi puluhan bunga mawar merah.

Kamis, 08 November 2012

Grand (Sianok) Canyon In Bukittinggi

In Indonesia, we can find the beautiful Canyon. The Canyon same like “Grand Canyon”, who located Colorado River, North America. Ngarai Sianok, yeah the local peolpe in this town called it. Ngarai sianok has position in IV koto, Kabupaten Agam, Bukittinggi City.

Just on the outskirts of the hill town of Bukittinggi in the Minangkabau highlands, lies this breathtaking canyon which the locals call Ngarai Sianok, or the Sianok Canyon. Its panorama is particularly beautiful in the early morning light when the first rays of the sun pierce through the mist covering this deep valley that has majestic Mount Singgalang looming at its background.
About the history, Ngarai Sianok formed due movement up and down millons years ago, is now be the green edge andmost beautiful river.

Ngarai Sianok, has a magnificient strech of step valley up to 15 km. Width with a deep 200 km until 100 meters cliff.

Sianok Canyon, also called by “The DreamLand Of Sumatera” because has a nice view and fresh air.
The beauty of Sianok can be seen from Panorama Park in Bukittinggi or you can also walk down into the gorge, where are a settlement and paddy fields. Then crossing a bridge over the river, climb up to Kota Gadang, home of silversmiths who produce the finest filigree ornaments.
To enjoy the scenery from the Park, visitors pay an entrance fee of Rp 3.000 per person. Along with admiring the beauty of Sianok, visitors can also visit a Japanese bunker, built during World War II, located at the base of the canyon.

Ngarai Sianok is arguably the most beautiful scenery among West Sumatra’s many scenic sites, to be enjoyed particularly at sunrise or sunset.
Bukittinggi and the Ngarai Sianok Canyon are some of the highlights of the annual Tour de Singkarak race, which takes on some of West Sumatra’s most spectacular scenic sites.
If you visited this place, you can feel so calm, enjoy and happy with this view :) So, let’s go to Bukittinggi.

Kamis, 25 Oktober 2012

All About L.O.V.E

 Still To Love :)

 Lovaplle

 Love Me???
 Dont Break My Heart !!!
 In Outside I HATE YOU, but In inside, I LOVE YOU :')
 PHOTOGRAPH OF L.O.V.E
 L.O.V.E
I LOVE YOU like the Rainbow :)

Kamis, 27 September 2012

Me and My cra(shh)zy friends!!! Awawawa

 Oh noo!!! Putri being like a Queen . . .

 Ipung like a Ind(onesia)ian Girl . . . Wkwkwkwk

 Three Malin Kundang????

 Yeehaa ... Party In Class . . .

Bubble Shot . . . Blup blup blup . . .

Sabtu, 30 Juni 2012

Kau Ajari Aku Yang Terbaik

Kakiku baru saja menjejalkan langkahnya diluar kelas, inilah saatnya Aku untuk pulang.
Selangkah sebelum pergi, Aku melihat dari kejauhan seorang pemuda melihatku dan melemparkan senyum manisnya untukku. Aku hanya diam tertunduk, lalu membalas senyumannya.
Terlihat, Dia berjalan menuju arahku. Aku bereaksi panik harus pergi kemana, Aku merasa akan malu nanti jika seisi kelas tahu bahwa ada seseorang yang begitu diidolakan seisi sekolah datang mendekatiku.
Aku tidak bisa bergerak kini, Dia sudah ada tepat dihadapanku.
"Hai". Sapanya membuka percakapan.
"Ohh hai juga". Aku mengalihkan pandanganku dari wajahnya.
"Aku mau kembaliin novel Kamu nih".
"Iya, iya, mana?" Aku mengulurkan tanganku secepatnya.
"Nanti aja ya. Oh ya, rumah kita kan searah, bagaimana kalau Aku antarin kamu pulang, lagian hari ini teman Aku lagi sakit hari ini".
"Halahh bohong ni, biasanya kamu pulang sendirian kan? Bilang aja kamu mau ngomong sama Aku, apa yang kamu fikirkan udah tertebak duluan kok".
"Iya, iya, kok tahu sih?". Pipinya tampak memerah.
"Asal kamu tahu cewek bisa menebak apa yang difikirkan seorang cowok, tapi tidak dengan cowok, pemikiran cewek itu susah ditebak".
"Iya deh, kamu masih punya novel yang lain? Aku perlu yang bisa membuatku terhibur".
"Ada judulnya "LOL @ The Office", itu cerita yang lucu juga".
"Dua hari lagi Aku pinjam ya".

Sepanjang perjalanan menaiki motornya, Kami bercengkarama riang. Itu selalu terjadi berulang kali, Aku tahu alasan kenapa Ia meminjam bacaanku, lalu memintaku untuk pulang bersama, tentu saja untuk mendekatiku. Sebelum ia mendekatiku, sudah lama Aku menaruh hati padanya. Tepatnya, waktu itu tanpa sengaja Aku melihatnya bermain  futsal di lapangan sekolahan. Aku melihatnya bermain dengan lincah, yang membuatku terpana ketika Ia menunduk lalu mengibaskan rambutnya, tampak tampan dan membuatku tertawa kecil. Sejak saat itu Aku mulai sering memperhatikannya dari kejauhan. Pertemanan Kami dimulai saat aku memposting di blog tentang buku-buku novel yang menginspirasi hidup yang Aku miliki. Ia mengomentari postingan di blogku dengan kalimat "Sepertinya novel yang Kamu miliki terdengar menarik, bisa Kamu pinjamkan?" Aku hanya menjawab "Bisa, Kamu silahkan saja mendatangi kelasku". Bunga bertaburan dihatiku, seperti itu perasaanku kini.

Setelah Ia mendekatiku dengan caranya yang membuatku bahagia, akhirnya Ia mencoba untuk menyatatakan perasaanya padaku. Aku berbasa-basi padanya untuk memikirkan selama tiga hari jawaban yang akan kukembalikan padanya. Dengan sabarnya, Ia menunggu jawaban yang sebenarnya sudah mempunyai jawaban yang pasti yaitu mengatakan "Iya". Cinta itu penuh dengan rasa penasaran, dan teka-teki yang rumit.

Sudah hampir setahun Kami bersama, hari ini Kami berencana untuk makan bersama di suatu restaurant. Sebelum pergi, Aku menunggunya keluar dari suatu tempat. Setelah menunggu setengah jam, akhirnya wajah tampannya mulai tampak.
"Udah siap dari gerejanya?". Tanyaku membuka perbincangan.
"Udah, gimana kalau kita langsung pergi?". Ia mengambil sebuah helm untukku.
"Boleh, lagian aku juga lapar".
Dia memasangkan helm itu padaku, lalu mengapitnya. Dari hal kecil itu saja Aku sudah tahu bagaimana Ia bisa melindungiku dari berbagai masalah.

Ditengah makan, Dia mengatakan sesuatu yang membuatku tidak percaya dengan semua  ini.
"Wajah kamu cantik ya, apalagi rambutmu yang bertebaran rapi".
"Iya, makasih, tapi Aku bukan seperti itu. Aku hanya biasa saja".
"Aku suka rambutmu, tapi lebih baik kalau kamu tutupi".
"Rambut aku ganggu suasana makan Kita ya, waduh Aku lupa bawa topi lagi, maaf ya, Aku ikat aja ngak apa-apa kan?". Aku terlihat resah.
"Bukan itu maksudku, tapi alangkah bagusnya kamu memakai jilbab".
Makanan yang baru saja kukunyah terlempar kembali, Aku tersedak. Aku tidak percaya dengan kalimat yang Ia nyatakan tadi.
"Apa kamu bercanda, kamu tahu kan apa kepercayaanmu, kenapa sekarang kamu menyuruhku menutup aurat sesuai kepercayaanku?".
"Sudah banyak buku Tafsir Al-Qur'an yang kupelajari, didalamnya dimuat bahwa perempuan diwajibakan menutupi seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan, bukankah begitu?".
"Kepercayaanku memang Islam, tapi aku belum siap untuk berhijab". Aku menunduk.
"Berhijab itu bukan simbol Islam, tapi kewajaiban dalam kepercayaanmu".
"Aku renungkan, apa hari ini Kamu baik-baik saja, kenapa bisa kamu ucapkan kalimat itu?".
Dahinya berkerinyit "Entahlah, aku ragu dalam dua kepercayaan. Orang tuaku berbeda kepercayaan. Papa Katholik dan Mama Islam, sejak lahir aku mengikuti Papa menuju gereja, selalu dilakukan setiap Minggu. Baru awal SMA ini, aku merasakan kegundahan, yaitu ketika aku melihat Mama sholat disana aku merasakan ketenangangan batin, Mama terliat damai melakukannya, ketika wajah Mama dibasahi air wudhu, wajah Mama tampak cerah. Semenjak itu, aku sering membeli buku tafsir Al-Qur'an".
"Apa Papa atau Mama Kamu tahu kamu membeli buku itu dan saat ini kamu berada dalam kegundahan yang fatal?".
Dia hanya tersenyum dan mengangguk.
"Mengenai kepercayaanmu terserah kamu sendiri, untuk masalah menutup aurat, baik akan aku coba, tapi tidak dalam aktu dekat ini".
"Iya baik lah".

Aku tahu, Ia menginginkan diriku yang lebih baik. Tapi apakah pantas aku memakai hijab lalu aku bejalan dengan pria yang berbeda pandangan denganku. Ini belum bisa dilogiskan di negara ini.

Bangku SMA sudah hampir sseparuhnya kami lewati bersama, kini Kami berada di kelas XII SMA.

"Siang cantik". Pesan singkat darinya, dari sudut bangku kantin kuterima.
"Hai siang juga, nanti Kamu bisa tunggu aku di gerbang sekolahan, sepulang anak-anak cowok sholat jum'at?".
 "Bisa kok, eh ngapain Kamu sms an? Jarak kita hanya beberapa meter, datang aja ke mejaku". Aku menatapnya.
"Yahhh kalau Aku datang, ntar ganggu Kamu sama temana-teman ngegosip lagi :P".
"Hei Aku bosan tukang gosip ya, dasar nyebelin".
Pesan darinya kuakhiri, hari ini aku bersiap menunggunya sepulang para muslim mengakhiri sholat jum'atnya.

15 menit lagi, aku akan bertemu dia. Kerongkonganku terasa haus, aku segera mencari miuman di kantin belakang.
Setelah selesai membeli minuman, Aku kembali menuju gerbang sekolah. Sepertinya sholat jum'at sudah selesai, aku berfikir bahwa Dia sudah menungguku di depan gerbang. Aku berjalan sambil mengamati orang-orang mulai meninggalkan mesjid sekolahan.
Aku melihat dan melihat, sampai bola mataku terhenti pada seseorang. Wajahnya cerah setelah disirami air wudhu, mataku terpaku sampai dia mendekatiku.
"Hei, kanapa liatin Aku segitunya, apa ada yang aneh?". Ia melepaskan pecinya.
Mataku berhenti dari tatapan yang dalam "Ahh maaf, ini beneran Kamu? Ngapain Kamu disini?".
"Iya ini aku sayang, Aku nge-Shuffle tadi, ya sholat jum'at lah".
"Jadi kamu ......".
"Iya, Aku udah miilih dengan pasti keyakinanku. Nanti aja di resto kita lanjutin pembicaraannya ya. Ngak sopan juga kalau kita ngomong disini"
Aku mengangguk. Aku kembali melanjutkan pembicaraan tadi sambil menikmati beberapa menu santapan.
"Jadi beneran Kamu udah milih keyakinan Kamu udah mantap".
"Udah sayang, bawel nih". Sambil mengusap kepalaku.
"Iyalah, Aku masih belum percaya lagi, orang tua Kamu gimana?".
"Mereka udah setuju, Papa bilang semua itu terserah Aku, yang bakal jalanin hidup ya Aku".
"Mereka pengertian ya". Aku menyeruput teh hijauku.

Kami melanjutkan makan siang Kami.
Ada kesan bahagia tersendiri, saat mengetahui Dia mempunyai keyakinan yang sama denganku. Tidak ada rasa takut untuk menjalani masa depan nanti.

Bangku kuliah sudah kami duduki, dan ini sudah memasuki bulan Ramadhan.

kringgg kringggg handphone ku bernyanyi riang
"Hei, lagi ngapain?". Suara darinya terdengar.
"Aku lagi nonton TV". Balasku".
"Yahh malah nonton, sholat tarawih sana".
"Rencananya sih mau pergi, tapi hari hujan lebat ni". Aku masih menatap televisi.
"Males nih anak, kalau hujan itu dan ngak bisa pergi ke mesjid, mending kamu sholat di rumah aja sama Papa dan Mama, itu dibolehin kok".
"Memang bisa ya?Wah aku baru tahu nih, kalau bisa oke deh aku laksananin. Kamu tarawih juga kan?".
"Ya iyalah, masak ya iya donk." Suara twanya terdengar olehku. "Aku lagi keluar sebentar, mau nanya kabar kamu aja".
"Wahhh cowokku perhatian banget".
"Mesti dong, ya udah Aku sholat dulu ya, udah adzan lagi, Bye".
Ia menutup telfonnya, dan aku segera mengajak Papa dan Mma untuk shalat di rumah saja.
 
Betapa beruntungnya aku mempunyainya, mengajariku yang terbaik, membawaku ke jalan yang akan membawa kedamaian. Walau dahulu Ia berbeda tetapi sekarng sudah sama. Terimakasih Tuhan, telah membawanya untukku. Dia yang mengajariku yang terbaik.



          With Love




     Nurhayatii Zaiinal ♥

Minggu, 24 Juni 2012

Hamtaro, The Cat Story

 Sahabat itu tidak boleh disia-siakan sebab akan mengundang rasa perih bagi diri kita sendiri dan akan mengurai air mata - Nurhayatii Zaiinal-


Miaaww Miaaww . . .
Suara itu berulang kali terngiang di telingaku, semakin lama semakin terdengar keras suaranya.
Aku membuka mata, Aku melihat seekor kucing dengan wajah lucunya tengah menarik selimutku, Aku langsung mengambilnya dan memeluknya.
"Kamu pintar kali ya, Kamu itu seperti alarm berjalanku". Aku mengelus kepalanya.
Dia hanya mengeong manis. Dia adalah peliharaan kucingku yang pertama kalinya yang Aku miliki. Ia kuberi nama Hamtaro, sesuai dengan kartun kesukaanku, walaupun secara fisik dia bukanlah sesosok hamster tapi dia lucu bagai hamster.
Pertama kali Aku menjumpainya saat aku melalui jalan menuju rumahku, ketika itu Aku melihat seekor kucing kecil mengeong dengan nadanya yang khas, sepertinya Dia tidak mempunyai majikan. Lalu, Aku mencoba mendekatinya, Aku mengelus kepalanya, setelah selesai aku bernajak pergi, tapi dia mengikutiku, Aku risih, karena aku tidak diizinkan memelihara hewan peliharaan di rumah. Karena iba akhirnya Aku membawanya pulang, sampai dirumah aku memohon untuk memeliharanya Aku tidak mau Ia mati terlantar dengan sia-sia. Dengan sejuta kalimat manis akhirnya Aku diizinkan memelihara kucing lucu ini.

Kini, Ia telah tumbuh besar. Dengan kasih sayang yang penuh, badannya yang dulu kurus kerempeng sekarang menjadi gemuk, membuatku gemas karenanya.
Setiap hari sepulang sekolah, Aku selalu bermain dengannya lalu memberinya makan yang banyak dan seringkali aku mengajaknya bermain bola-bola kecil. Aku benar-benar menyukainya. Dan aku telah menemukan sesosok sahabat setia.

Sekian bulan berlalu, kini Hamtaro tengah mengandung. Aku melihatnya senang sekali karena sebentar lagi Aku akan mempunyai banyak kucing kecil yang lucu. Aku semakin rajin untuk memberinya makanan, terkadang Aku rela tidak meminum susu sarapan pagiku demi kuberikan untukknya.

"Yeee". Teriakku bahagia.
Akhirnya dengan sekian perjuangan si Pus akhirnya ia melahirkan 4 orang ekor anak. Aku langsung memeganginya satu persatu, tapi tangan Hamtaro malah mencoba menghalangiku untuk menyentuhnya, mungkin karena Ia takut kalau anaknya Aku ambil.

Setiap detik Aku selalu memperhatikan kelima kucingku, sampai pada saat Aku akan melaksanakan ujian kenaikan kelas. Di saat itu Aku jarang memberikan perhatian untuk mereka terutama sang induk, Aku hanya memberi makan pada saat pagi saja, malam jika ingat. Aku ingin meminta bantuan Mama, tapi Mama keukeh tidak mau, katanya alergi bulu hewan. Sedangkan Papa, pergi pagi, pulang malam, hanya Aku yang bisa diandalkan.
Semakin lama, tubuh Hamtaro mulai menyusut kurus. Aku menyadarinya disaat Ia mulai sakit. Setiap pagi Aku tidak dibangunkan lagi olehnya, ia hanya berjalan mendekatiku untuk meminta sarapan pagi, kedekatan kami mulai renggang. Kami tidak seperti sahabat lagi.
Hamtaro mulai sering keluar rumah mencari makan ke rumah tetanggaku, meninggalkan anak-anaknya yang masih berumur beberapa hari, tetapi sepertinya Ia tidak mendapat makanan.

Keprihatinanku mulai tumbuh, Aku takut jika si Pus mati karena kelaparan meninggalkan anak-anaknya, Aku tidak mau kehilangannya. Hari ini, aku berencana membeli makanan istimewa khusus kucing ras mewah yang belum pernah aku berikan padanya, Aku berjanji untuk tidak menelantarkannya lagi.
Baru saja Aku pulang ke rumah,  Aku tidak mendengar suaranya, Aku melihat ke dalam kardus tempat Ia tidur juga tidak ada, hanya anak-anaknya saja. Aku mencari ke kamarku, bahkan sekeliling rumah juga tidak ada. Akhirnya Aku bertanya kepada Mama.
"Ma, Hamtaro mana? Tadi Aku beliin dia makanan enak".
"Hmm tanya sama papa, dia di taman belakang". Mama bergumam.
Segera saja Aku pergi menuju tmaan kecil dibelakang rumahku, seketika itu Aku melihat Papa tengah menggali sebuah lobang, Aku penasaran dan mendekati Papa.
"Pa, lagi gali harta karun ya?". Ucapku usil.
"Ngak". Ucapnya singkat.
"Terrrusss?".
"Kucing Kamu".
"Napa Pa". Ak mendesak Papa berbicara.
"Tadi dia keluar mencari makan, kebetulan Papa hari ini dibolehkan pulang makanya pulang cepat, pas jalan pulang Papa nemuin kucing Kamu udah ngak bergerak lagi, badannya luka kayak kena tabrak, ya udah Papa bawa aja, ini lagi gali kuburannya".
"Mana Hamtaro Pa?".
Papa menunjuk ke arah bungkusan kain putih, yang isinya adalah tubuh Hamtaro. Aku membuka bungkusan itu, seketika itu, Aku melihat tubuhnya kaku, tidak ada raut ceria saat pertama bertemu saat kami menjadi sahabat.
Aku menangis melihat sahabat ku pergi selamanya, meninggalkan anak-anaknya yang masih membutuhkan kasih sayang ibunya. Aku menyesali perbuatanku yang mengacuhkannya selama ini.

Sejak saat itu Aku tidak pernah lengah untuk mengurus ke empat anaknya, selalu aku beri perhatian lebih. Aku takut kejadian yang sama terulang lagi.


      With LOVE


  Nurhayatii Zaiinal ♥

Sabtu, 02 Juni 2012

Perasaan Trauma

 Lawan terus arus takutmu, semakin erat kau menghadapinya, semakin terkikislah rasa takut itu. Dan kau akan timbul sebagai sosok yang berani -Nurhayatii Zaiinal-

Di pagi hari aku menjejalkan kakiku di lorong-lorong kelas. Aku bersiap-siap untuk menikmati hari ini dengan pelajaran yang akan kuserap. Baru saja aku meletakkan tas mungil ku, sahabatku datang dengan wajah murung. Segera aku menghampirinya.
"Napa loe din?".
Sahabatku tidak menjawab pertanyaanku malah menggelengkan kepala.
"Hallo Nadine, ada orang ngak disini?".
"Ya Mil". Jawab Nadine lesu.
"Napa loe pagi-pagi udah murung aja? Belom sarapan ya?".
"Udah kok".
"Nah terus apa? Hmm duit jajan loe dipotong nyokap ya?".
"Enggak juga". Kini Nadine menggelengkan kepalanya.
"Terus apa lagi? Cerita dong sama gue, gue kan sahabt loe. Sebagai sahabat loe kan bisa curhat ke gue".
"Ini masalah gue dengan Adit, Mil".
"Kalian bertengkar ya? Memang masalahnya ribet gitu ya?"
"Iya, semalam kami bertengkar, tapi ini masalah sepele. Tadi malam gue nyuruh dia buat tugas, tapi dia malah nolak, ya udah aku ceramahin aja. Toh, ini demi kebaikannya juga, eh gue malah dimarahin". Mata Nadine tampak berkaca-kaca.
"Oalah egois amat tu cowok. Untung gue belum ada pacaran jadi kagak ngerasain yang semacam galau gitu". Aku tertawa.
Nadine memukul pundakku. Tidak lama kemudian bel berbunyi tanda pelajaran akan dimulai.
Selama pelajaran berlangsung, sesekali aku menoleh ke arah Nadine yang posisinya sebangku denganku. Tampak air muka Nadine yang tidak menggambarkan kebahagaiaan. Aku seperti ikut merasakan kesedihan itu.
Saat jam istirahat berlangsung, aku bersama Nadine berdiri di depan kelas. Aku melihat Adit melewati kelas kami dan tidak mengacuhkan kami berdua.
"Rese banget sih tu cowok". Ucapku kesal.
 "Udah biarin aja, nanti dia bakal sendiri kok". Nadine mencoba menenangkanku.
"Din, loe jadi cewek jangan lemah gitu donk, jangan biarin cowok ngejajah hati kita".
"Ya Mil, gue tau juga kok".
Perlahan masalah yang dialami Nadine mulai menghilang dibenakku. Dan maslah itu telah terselesaikan.

Beberapa minggu kemudian, masalah yang sama terjadi pada salah satu teman sekelas. Aku mengetahuinya ketika pulang sekolah ia tampak menitikkan air mata di gerbang, aku menghampirinya.
"Tata, loe kenapa nangis gitu?".
Tata mengusap butiran air matanya "Ahh loe Mil, bikin kaget gue aja. Ya gue sedih karena gue disakitin".
Aku mendekatkan tubuhku "Disakitin sama siapa?"
"Sama pacar gue, dia ketahuan selingkuh".
"APA? Tega banget sih dia sama loe, padahal loe itu kan cantik, berada lagi".
"Cinta bukan dipandang dari segi fisik Mila".
"Maksud loe?"
"Sebenarnya, gue yang salah, akhir-akhir ini gue jarang kasih waktu buat dia, loe tau sendiri kan, gue sibuk dengan jadwal lomba gue".
"Iya juga sih, tapi kenapa harus dibalas kayak gitu?".
"Hanya hati yang bisa jawab".

Lain lagi ceritanya, saat salah satu teman cowokku menyatakan perasaan sakitnya terhadap pacarnya. Dia menceritakan bahwa pacarnya sering mengacuhkannya dan lebih sering terlihat bersama cowok lain. Membuatku sadis berfikir bahwa manusia ini tiodak dipandang cewek atau cowok pasti saling menyakiti.

Semakin banyak aku mendengar pernyataan sakit dari sekian banyak klien yang aku temui, membuatku semakin betah untuk mengunci rapat hatiku untuk hatiku sendiri, atau bisa dibilang lebih tepatnya aku "Trauma" untuk menghilangkan status lajangku ini.
Perasaan takut ini semakin bertambah saat aku mulai merasakan jatuh cinta untuk yang pertama kalinya. Setiap aku melihatnya, hatiku berdebar kencang, dunia seakan berhenti berotasi dan bulan berada di atas kepalaku. Indah namun menakutkan.
Sering aku menatapnya dari kejauhan, terkadang aku didapati Nadine dalam keadaan bak orang yang kesurupan setengah mati : loncat kegirangan disertai teriakan yang membuat Nadine terpaksa menahan malu.
Nadine mendukungku untuk bisa berdekatan dengan dengannya. Dan aku mengatrakan perasaan takut.
"Mila, kalau loe taku sama perasaan loe, gimana bisa loe maju? Loe hanya mengambil kesimpulan kecil yaitu orang-orang yang tersakiti. Banyak orang yang baik kok. Lagian kalau ada masalah itu cuma ujian buat kita, seberapa besar kita mampu bertahan". Ucap Nadine bijak.
Aku mengangguk lesu, menelan kembali ucapan sahabatku.

Beberapa hari kemudian, masih dalam perasaan yang sama saat jatuh cinta. Sekarang adalah waktunya pulang sekolah. Aku berjalan bersama sahabatku. Aku berjalan perlahan di lorong menunggu menunggunya keluar dari kelasnya dengan gayanya yang menurutku "Waaww".
Masih belum terlihat juga, padahal langkahku sudah seperti semut. Aku hanya menunduk lesu sementara Nadine diam seribu bahasa.
Tiba-tiba Nadine mendorong tubuhku ke arah kanan, aku kehilangan tekanan tubuhku dan aku disambut tangan hangat seseorang. Aku menoleh pelan dan ternyata yang aku tatap adalah dia, dia yang aku cari.
Mata kami terkunci selama beberapa detik, aku langsung berdiri merapikan bajuku. Dia hanya tersenyum.
"Maaf ya, tadi aku ngak sengaja disenggol teman aku"
"Iya ngak apa-apa, lain kali jalannya jangan lesu donk, kayak ngak semangat aja". Ucapnya tertawa manis.
"Ahh iya, iya". Aku tidak tahu kalimat apa yang harus kuucapkan.
Sambil menjulurkan tangan "Kenalin aku Firman".
"Aku Mila". Tangannya hangat.
Ahh sudah lama aku tahu namanya, tapi agar lebih terasa hangat biarkan saja dia mengenalkan dirinya.
Kembali aku berjalan berama Nadine, aku hanya tersenyum manis.
"Ciee yang bahagia nih, ucapan makasihnya mana?".
"Ihh apaan sih? Loe bikin malu aja".
"Halah mau bilang makasih ama gue kan? Tapi gengsi?".
"Ahh terserah deh, aku menutup wajahku".

Setibanya dirumah, aku mengingat kembali kejadian yang amat indah tadi. Sesekali rasa takut itu melintas dihadapanku. Membuatku kembali berfikir.

Sejak perkenalan itu, aku mulai sering berkomunikasi dengannya. Awalnya hanya sekedar sapaan, selanjutnya lewat media sosial dan elektronik. Baru aku ketahui bahwa kami memiliki hobi yang sama yaitu menulis. Aku bahagia mendengarnya. Dia mengajakku untuk membuat sebuah novel yang bertemakan cinta, ambil-ambil alih, aku menyelipkan kisah kami yang secara sengaja aku katakan bahwa itu cerita rekaan dan dia percaya. Kami membuat novel di rumahku, otomatis Firman sudah dikenal orang tuaku serta adik-adikku dan kmereka terlihat akrab. Kedekatan kami berdua yang disaksikan keluargaku, mendorong Mama untuk menyuruhky mencari pacar seperti dia atau jadi pacarnya. Aku hanya menjawab "Biarkan waktu yang menjawab Ma".

Novel ciptaan kami sudah selesai kami beri judul "Sayap Mentari", bercerita tentang sepasang musuh dari kecil, yang mana pihak cewek takut sama pihak cowok dan pada suatu ketika mereka yang sudah lama dipisahkan dipertemukan kembali. Tetapi si cewek masih takut, di sisi lain si cowok malah jatuh cinta. Dengan sekuat tenaga cowok itu membuat si cewek jatuh hati padanya.

Selesai kami dari percetakan, Firman mengajakku makan siang di salah satu restoran cepat saji. Di tengah makan, sebuah grup musik jazz mendatangi kami, mereka membawakan lagu "More Than Word". Aransemen musik mereka membuat ketenangan di otakku seakan otak kanan dan otak kiriku bersatu padu. Aku menikmati makan siangku, sesekali aku menatap wajahnya dengan malu. Dia hanya tertawa melihatku makan dengan mulut yang belepotan saus spaghetti.

"Mulut kamu belepotan tuh". Firman mengambil sapu tangan dan me-lap mulutku.
"Ah ngak usah biar aku sendiri". Aku mengambil kain biru itu dari tangannya.

Musik masih mengalun merdu, sampai hidangan kami habis semuanya.
Cowok tinggi itu mengeluarkan sesuatu dari sakunya, benda kecil hitam, terbalut kain beludru.
"Mila, sebelumnya aku minta maaf, aku hanya ingin mengungkapkan perasaan ku saja, sejak awal kita bertemu tepatnya kamu jatuh lalu aku yang nolong kamu sejak itu aku jatuh hati ke kamu".
"Tapi, tapi aku". Aku ragu menjawab.
"Aku tau, kamu takut disakitin kan? Aku juga begitu dulu, dulu aku menganggap para perempuan hanya mampu mempermainkan perasaan, harta pasangannya mereka bukan untuk mencintai.. Tapi aku sadar semua itu TIDAK BENAR, banyak perempuan yang baik dari itu semua. Semenjak bertemu kamu, aku sadar itu".
Ketakutanku kembali menggerogoti otakku.
"Apa kamu yakin tidak akan menyakiti perasaanku?". Aku meragu.
"Yakin, kita pernah sama-sama mengalami perasaan trauma akan pacaran tetapi kita belum mengalaminya. Untuk apa aku berjanji jika hanya untuk diingkari, aku ini seorang pria Mila, janji pria besar kemungkinan pasti akan ditepati".
"Jadi kamu belum pernah pacaran?". Aku tertawa kecil.
"Ya gitu deh, aku udah nyatain perasaan aku ke kamu, sekarang aku mau bilang, Apa kamu mau menjadi pendamping aku?". Firman membuka kotak hitam itu yang ternyata berisi dua gelang.
"Untuk selamanya? Sebelumnya aku mau bilang aku takut disakiti bukan karena aku takut dimarahin sama kamu, suatu saat nanti kamu akan marah padaku karna aku akan membuat kesalahan baik kecil maupun besar yang marah itu akan menjadikan kita lebih kuat, bukan karena saling menyakiti, semoga kita untuk selamanya".
"Semoga, mudah-mudah Tuhan dan waktu mendukung kita".
"Aminn".

Firman memasangkan gelangnya di lengan kiriku dan dia memasangkan sendiri gelangnya di lengan kanannya. Terkadang jika kita melihat sesuatu yang buruk secara berulang, maka perasaan takut akn timbul. Hanya ada satu cara melawannya yaitu hanya dengan cara mencoba menghadapi perasan takut tersebut :)


           With Love




      Nuirhayatii Zaiinal ♥