Sabtu, 30 Juni 2012

Kau Ajari Aku Yang Terbaik

Kakiku baru saja menjejalkan langkahnya diluar kelas, inilah saatnya Aku untuk pulang.
Selangkah sebelum pergi, Aku melihat dari kejauhan seorang pemuda melihatku dan melemparkan senyum manisnya untukku. Aku hanya diam tertunduk, lalu membalas senyumannya.
Terlihat, Dia berjalan menuju arahku. Aku bereaksi panik harus pergi kemana, Aku merasa akan malu nanti jika seisi kelas tahu bahwa ada seseorang yang begitu diidolakan seisi sekolah datang mendekatiku.
Aku tidak bisa bergerak kini, Dia sudah ada tepat dihadapanku.
"Hai". Sapanya membuka percakapan.
"Ohh hai juga". Aku mengalihkan pandanganku dari wajahnya.
"Aku mau kembaliin novel Kamu nih".
"Iya, iya, mana?" Aku mengulurkan tanganku secepatnya.
"Nanti aja ya. Oh ya, rumah kita kan searah, bagaimana kalau Aku antarin kamu pulang, lagian hari ini teman Aku lagi sakit hari ini".
"Halahh bohong ni, biasanya kamu pulang sendirian kan? Bilang aja kamu mau ngomong sama Aku, apa yang kamu fikirkan udah tertebak duluan kok".
"Iya, iya, kok tahu sih?". Pipinya tampak memerah.
"Asal kamu tahu cewek bisa menebak apa yang difikirkan seorang cowok, tapi tidak dengan cowok, pemikiran cewek itu susah ditebak".
"Iya deh, kamu masih punya novel yang lain? Aku perlu yang bisa membuatku terhibur".
"Ada judulnya "LOL @ The Office", itu cerita yang lucu juga".
"Dua hari lagi Aku pinjam ya".

Sepanjang perjalanan menaiki motornya, Kami bercengkarama riang. Itu selalu terjadi berulang kali, Aku tahu alasan kenapa Ia meminjam bacaanku, lalu memintaku untuk pulang bersama, tentu saja untuk mendekatiku. Sebelum ia mendekatiku, sudah lama Aku menaruh hati padanya. Tepatnya, waktu itu tanpa sengaja Aku melihatnya bermain  futsal di lapangan sekolahan. Aku melihatnya bermain dengan lincah, yang membuatku terpana ketika Ia menunduk lalu mengibaskan rambutnya, tampak tampan dan membuatku tertawa kecil. Sejak saat itu Aku mulai sering memperhatikannya dari kejauhan. Pertemanan Kami dimulai saat aku memposting di blog tentang buku-buku novel yang menginspirasi hidup yang Aku miliki. Ia mengomentari postingan di blogku dengan kalimat "Sepertinya novel yang Kamu miliki terdengar menarik, bisa Kamu pinjamkan?" Aku hanya menjawab "Bisa, Kamu silahkan saja mendatangi kelasku". Bunga bertaburan dihatiku, seperti itu perasaanku kini.

Setelah Ia mendekatiku dengan caranya yang membuatku bahagia, akhirnya Ia mencoba untuk menyatatakan perasaanya padaku. Aku berbasa-basi padanya untuk memikirkan selama tiga hari jawaban yang akan kukembalikan padanya. Dengan sabarnya, Ia menunggu jawaban yang sebenarnya sudah mempunyai jawaban yang pasti yaitu mengatakan "Iya". Cinta itu penuh dengan rasa penasaran, dan teka-teki yang rumit.

Sudah hampir setahun Kami bersama, hari ini Kami berencana untuk makan bersama di suatu restaurant. Sebelum pergi, Aku menunggunya keluar dari suatu tempat. Setelah menunggu setengah jam, akhirnya wajah tampannya mulai tampak.
"Udah siap dari gerejanya?". Tanyaku membuka perbincangan.
"Udah, gimana kalau kita langsung pergi?". Ia mengambil sebuah helm untukku.
"Boleh, lagian aku juga lapar".
Dia memasangkan helm itu padaku, lalu mengapitnya. Dari hal kecil itu saja Aku sudah tahu bagaimana Ia bisa melindungiku dari berbagai masalah.

Ditengah makan, Dia mengatakan sesuatu yang membuatku tidak percaya dengan semua  ini.
"Wajah kamu cantik ya, apalagi rambutmu yang bertebaran rapi".
"Iya, makasih, tapi Aku bukan seperti itu. Aku hanya biasa saja".
"Aku suka rambutmu, tapi lebih baik kalau kamu tutupi".
"Rambut aku ganggu suasana makan Kita ya, waduh Aku lupa bawa topi lagi, maaf ya, Aku ikat aja ngak apa-apa kan?". Aku terlihat resah.
"Bukan itu maksudku, tapi alangkah bagusnya kamu memakai jilbab".
Makanan yang baru saja kukunyah terlempar kembali, Aku tersedak. Aku tidak percaya dengan kalimat yang Ia nyatakan tadi.
"Apa kamu bercanda, kamu tahu kan apa kepercayaanmu, kenapa sekarang kamu menyuruhku menutup aurat sesuai kepercayaanku?".
"Sudah banyak buku Tafsir Al-Qur'an yang kupelajari, didalamnya dimuat bahwa perempuan diwajibakan menutupi seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan, bukankah begitu?".
"Kepercayaanku memang Islam, tapi aku belum siap untuk berhijab". Aku menunduk.
"Berhijab itu bukan simbol Islam, tapi kewajaiban dalam kepercayaanmu".
"Aku renungkan, apa hari ini Kamu baik-baik saja, kenapa bisa kamu ucapkan kalimat itu?".
Dahinya berkerinyit "Entahlah, aku ragu dalam dua kepercayaan. Orang tuaku berbeda kepercayaan. Papa Katholik dan Mama Islam, sejak lahir aku mengikuti Papa menuju gereja, selalu dilakukan setiap Minggu. Baru awal SMA ini, aku merasakan kegundahan, yaitu ketika aku melihat Mama sholat disana aku merasakan ketenangangan batin, Mama terliat damai melakukannya, ketika wajah Mama dibasahi air wudhu, wajah Mama tampak cerah. Semenjak itu, aku sering membeli buku tafsir Al-Qur'an".
"Apa Papa atau Mama Kamu tahu kamu membeli buku itu dan saat ini kamu berada dalam kegundahan yang fatal?".
Dia hanya tersenyum dan mengangguk.
"Mengenai kepercayaanmu terserah kamu sendiri, untuk masalah menutup aurat, baik akan aku coba, tapi tidak dalam aktu dekat ini".
"Iya baik lah".

Aku tahu, Ia menginginkan diriku yang lebih baik. Tapi apakah pantas aku memakai hijab lalu aku bejalan dengan pria yang berbeda pandangan denganku. Ini belum bisa dilogiskan di negara ini.

Bangku SMA sudah hampir sseparuhnya kami lewati bersama, kini Kami berada di kelas XII SMA.

"Siang cantik". Pesan singkat darinya, dari sudut bangku kantin kuterima.
"Hai siang juga, nanti Kamu bisa tunggu aku di gerbang sekolahan, sepulang anak-anak cowok sholat jum'at?".
 "Bisa kok, eh ngapain Kamu sms an? Jarak kita hanya beberapa meter, datang aja ke mejaku". Aku menatapnya.
"Yahhh kalau Aku datang, ntar ganggu Kamu sama temana-teman ngegosip lagi :P".
"Hei Aku bosan tukang gosip ya, dasar nyebelin".
Pesan darinya kuakhiri, hari ini aku bersiap menunggunya sepulang para muslim mengakhiri sholat jum'atnya.

15 menit lagi, aku akan bertemu dia. Kerongkonganku terasa haus, aku segera mencari miuman di kantin belakang.
Setelah selesai membeli minuman, Aku kembali menuju gerbang sekolah. Sepertinya sholat jum'at sudah selesai, aku berfikir bahwa Dia sudah menungguku di depan gerbang. Aku berjalan sambil mengamati orang-orang mulai meninggalkan mesjid sekolahan.
Aku melihat dan melihat, sampai bola mataku terhenti pada seseorang. Wajahnya cerah setelah disirami air wudhu, mataku terpaku sampai dia mendekatiku.
"Hei, kanapa liatin Aku segitunya, apa ada yang aneh?". Ia melepaskan pecinya.
Mataku berhenti dari tatapan yang dalam "Ahh maaf, ini beneran Kamu? Ngapain Kamu disini?".
"Iya ini aku sayang, Aku nge-Shuffle tadi, ya sholat jum'at lah".
"Jadi kamu ......".
"Iya, Aku udah miilih dengan pasti keyakinanku. Nanti aja di resto kita lanjutin pembicaraannya ya. Ngak sopan juga kalau kita ngomong disini"
Aku mengangguk. Aku kembali melanjutkan pembicaraan tadi sambil menikmati beberapa menu santapan.
"Jadi beneran Kamu udah milih keyakinan Kamu udah mantap".
"Udah sayang, bawel nih". Sambil mengusap kepalaku.
"Iyalah, Aku masih belum percaya lagi, orang tua Kamu gimana?".
"Mereka udah setuju, Papa bilang semua itu terserah Aku, yang bakal jalanin hidup ya Aku".
"Mereka pengertian ya". Aku menyeruput teh hijauku.

Kami melanjutkan makan siang Kami.
Ada kesan bahagia tersendiri, saat mengetahui Dia mempunyai keyakinan yang sama denganku. Tidak ada rasa takut untuk menjalani masa depan nanti.

Bangku kuliah sudah kami duduki, dan ini sudah memasuki bulan Ramadhan.

kringgg kringggg handphone ku bernyanyi riang
"Hei, lagi ngapain?". Suara darinya terdengar.
"Aku lagi nonton TV". Balasku".
"Yahh malah nonton, sholat tarawih sana".
"Rencananya sih mau pergi, tapi hari hujan lebat ni". Aku masih menatap televisi.
"Males nih anak, kalau hujan itu dan ngak bisa pergi ke mesjid, mending kamu sholat di rumah aja sama Papa dan Mama, itu dibolehin kok".
"Memang bisa ya?Wah aku baru tahu nih, kalau bisa oke deh aku laksananin. Kamu tarawih juga kan?".
"Ya iyalah, masak ya iya donk." Suara twanya terdengar olehku. "Aku lagi keluar sebentar, mau nanya kabar kamu aja".
"Wahhh cowokku perhatian banget".
"Mesti dong, ya udah Aku sholat dulu ya, udah adzan lagi, Bye".
Ia menutup telfonnya, dan aku segera mengajak Papa dan Mma untuk shalat di rumah saja.
 
Betapa beruntungnya aku mempunyainya, mengajariku yang terbaik, membawaku ke jalan yang akan membawa kedamaian. Walau dahulu Ia berbeda tetapi sekarng sudah sama. Terimakasih Tuhan, telah membawanya untukku. Dia yang mengajariku yang terbaik.



          With Love




     Nurhayatii Zaiinal ♥

1 komentar: